Translate

Jumat, 24 Februari 2017

Takdir & Amal Manusia


TEOLOGI Takdir & amal manusia adalah salah satu permasalahan serius dalam keimanan islam dimana hal ini diperdebatkan selama kurun waktu yang lama. Munculnya beberapa kelompok pemikiran dalam ilmu kalam adalah salah satu bukti bahwa persoalan takdir tidak bisa dianggap angin lalu.
Jabariah contohnya, aliaran ini secara bahasa berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Selanjutnya, jabariyah memiliki arti suatu kelompok atau aliran (isme). Dalam bahasa inggris, jabariyah disebut fatalism atau predestination yaitu faham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha’ dan qadhar tuhan. Faham ini pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan dan dilanjutkan oleh para penerusnya.

Jabbariah terkait hal ini berpendapat bahwa manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Baik dan buruk, celaka dan untung adalah hal yang dipaksakan oleh Tuhan (Allah). Pemahaman ini tidak sepenuhnya benar, sebab jika hal itu benar, maka sesungguhnya di dunia ini tidak perlu lagi ada Nabi dan Rasul, tidak perlu ada para pendakwah. Buat apa para pendakwah dan para utusan ada jika toh Tuhan memaksa umat manusia untuk menjadi kafir, pun begitu pula sebaliknya.

Terkecuali dari pada itu, faham ini akan melahirkan sifat pesimis. Orang yang sudah terjerumus dalam kubangan dosa tidak ada usaha keluar dari sana karena ia meyakini bahwa kondisinya demikian merupakan bentuk paksaan dari Tuhan. Orang miskin tidak akan berusaha kaya, orang bodoh tidak berusaha cerdas dan seterusnya.

Bertolak belakang dengan Jabbariah, munculah  Qadariyah. Istilah ini berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya.

Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy adalah tokoh penting Qodariah. Bahwa tingkah manusia menurut aliran ini dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Olah karena itu, ia berhak mendapat pahala atas perbaikan yang dilakukannya dan berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Sebenarnya dokrin ini mempunyai tempat pijakan dalam ayat Al-quran, diantaranya:

Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".(Qs.Al-Kahfi:29)
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.(Qs.Ar-raad:11)

Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri”.(Qs.An-Nisa’:111)

Meski pendapat Qadariah diambilkan dari ayat-ayat al Qur’an, tetapi sebenarnya apa disampaikan Qadariah terkait amal manusia dan takdirnya tidak bisa dikatakan sebagai sesuatu yang benar, hal ini berangkat dari pemahaman ayat yang tidak digabungkan dengan maksud ayat lainnya. Bahkan secara logika, jika benar manusia itu benar-benar mampu berbuat tanpa campur tangan Tuhan, bagaimana halnya dengan perbuatan manusia yang terjadi tanpa kesadarannya sendiri (nglindur), seperti orang yang bergerak padahal ia sedang tidur. Terkecuali dari pada itu, pemahaman ini bisa menjadikan orang yang berbuat shaleh terjerumus dalam kesombongan, sebab ia mengira amal baiknya semata-mata adalah usahanya sendiri, bahkan seolah-olah manusialah yang menciptakan takdirnya diri sendiri.

Pemahaman yang sangat tepat terkait Takdir dan kaitannya dengan amal manusia adalah apa yang disampaikan oleh Jumhur Ulama (Ahlu Sunnah Wa Al Jama’ah). Aliran yang berinduk pada pendapat Abu Hasan Al As’ary dan Al Maturidy ini menyatakan bahwa manusia tidak bisa sebebas sebagai mana faham Qadariah, tetapi juga tidak sebagaimana faham Jabbariah.

Manusia diberi kekuatan oleh Tuhan, dengan kekuatan itu ia kemudian berkehendak dan berbuat apa saja. Jika ia memilih untuk berbuat baik maka pahala (syurga) balasannya, dan begitupula sebaliknya. Kehendak manusia terkadang sesuai dengan kehendak Allah sehingga perbuatan yang dimaksud bisa diwujudkan. Apabila kehendak manusia tidak sesuai dengan kehendak Tuhannya, maka amal itu tidak akan pernah terwujud. Sehingga ketika Allah menyiksa orang jahat itu merupakan keadilan karena orang tersebut menggunakan kekuatan yang Tuhan berikan padanya untuk memilih keburukan, dan begitu pula sebaliknya.

Allah A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar