TEOLOGI Takdir & amal manusia adalah
salah satu permasalahan serius dalam keimanan islam dimana hal ini
diperdebatkan selama kurun waktu yang lama. Munculnya beberapa kelompok
pemikiran dalam ilmu kalam adalah salah satu bukti bahwa persoalan takdir tidak
bisa dianggap angin lalu.
Jabariah contohnya, aliaran ini
secara bahasa berasal dari kata jabara
yang berarti memaksa. Selanjutnya, jabariyah memiliki arti suatu kelompok atau
aliran (isme). Dalam bahasa inggris, jabariyah disebut fatalism atau predestination
yaitu faham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari
semula oleh qadha’ dan qadhar tuhan. Faham ini pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian
disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan dan dilanjutkan oleh para
penerusnya.
Jabbariah terkait hal ini berpendapat bahwa manusia tidak mampu untuk
berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan
tidak mempunyai pilihan. Baik dan buruk, celaka dan untung adalah hal yang
dipaksakan oleh Tuhan (Allah). Pemahaman ini tidak sepenuhnya benar, sebab jika
hal itu benar, maka sesungguhnya di dunia ini tidak perlu lagi ada Nabi dan
Rasul, tidak perlu ada para pendakwah. Buat apa para pendakwah dan para utusan
ada jika toh Tuhan memaksa umat manusia untuk menjadi kafir, pun begitu pula
sebaliknya.
Terkecuali dari pada itu, faham ini akan melahirkan sifat pesimis. Orang yang
sudah terjerumus dalam kubangan dosa tidak ada usaha keluar dari sana karena ia
meyakini bahwa kondisinya demikian merupakan bentuk paksaan dari Tuhan. Orang miskin
tidak akan berusaha kaya, orang bodoh tidak berusaha cerdas dan seterusnya.
Bertolak belakang dengan Jabbariah, munculah Qadariyah. Istilah ini berasal dari bahasa
arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun
menurut pengertian terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya
bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhan. Aliran ini berpendapat
bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya.
Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy adalah tokoh penting Qodariah. Bahwa
tingkah manusia menurut aliran ini dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia
mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri,
baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Olah karena itu, ia berhak mendapat
pahala atas perbaikan yang dilakukannya dan berhak pula memperoleh hukuman atas
kejahatan yang diperbuatnya. Sebenarnya dokrin ini mempunyai tempat pijakan
dalam ayat Al-quran, diantaranya:
Dan Katakanlah:
"Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia
kafir".(Qs.Al-Kahfi:29)
“Sesungguhnya Allah
tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri”.(Qs.Ar-raad:11)
“Barangsiapa yang
mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan)
dirinya sendiri”.(Qs.An-Nisa’:111)
Meski pendapat Qadariah diambilkan dari ayat-ayat al Qur’an, tetapi
sebenarnya apa disampaikan Qadariah terkait amal manusia dan takdirnya tidak
bisa dikatakan sebagai sesuatu yang benar, hal ini berangkat dari pemahaman
ayat yang tidak digabungkan dengan maksud ayat lainnya. Bahkan secara logika,
jika benar manusia itu benar-benar mampu berbuat tanpa campur tangan Tuhan,
bagaimana halnya dengan perbuatan manusia yang terjadi tanpa kesadarannya
sendiri (nglindur), seperti orang yang bergerak padahal ia sedang tidur.
Terkecuali dari pada itu, pemahaman ini bisa menjadikan orang yang berbuat
shaleh terjerumus dalam kesombongan, sebab ia mengira amal baiknya semata-mata
adalah usahanya sendiri, bahkan seolah-olah manusialah yang menciptakan
takdirnya diri sendiri.
Pemahaman yang sangat tepat terkait Takdir dan kaitannya dengan amal
manusia adalah apa yang disampaikan oleh Jumhur Ulama (Ahlu Sunnah Wa Al Jama’ah).
Aliran yang berinduk pada pendapat Abu Hasan Al As’ary dan Al Maturidy ini
menyatakan bahwa manusia tidak bisa sebebas sebagai mana faham Qadariah, tetapi
juga tidak sebagaimana faham Jabbariah.
Manusia diberi kekuatan oleh Tuhan, dengan kekuatan itu ia kemudian
berkehendak dan berbuat apa saja. Jika ia memilih untuk berbuat baik maka
pahala (syurga) balasannya, dan begitupula sebaliknya. Kehendak manusia terkadang
sesuai dengan kehendak Allah sehingga perbuatan yang dimaksud bisa diwujudkan. Apabila
kehendak manusia tidak sesuai dengan kehendak Tuhannya, maka amal itu tidak
akan pernah terwujud. Sehingga ketika Allah menyiksa orang jahat itu merupakan
keadilan karena orang tersebut menggunakan kekuatan yang Tuhan berikan padanya
untuk memilih keburukan, dan begitu pula sebaliknya.
Allah A’lam.







0 komentar:
Posting Komentar