KARAKTERISTIK ILMU TAUHID
Islam terkecuali sebagai sebuah
agama yang benar dan sempurna juga merupakan sumber ilmu pengetahuan. Kesempurnan
islam terlihat dalam banyak aspek, baik bangunan teologinya maupun hukum-hukum
yang diperoleh dari nilai-nilai yang terdapat di dalamnya. Istilah syirik,
bid’ah, kafir, musryik, sunah, mubah, wajib, makruh, haram, sabab,
syarat dan mani’ misalnya, hanya akan ditemui lebih banyak dalam
khazanah keislaman.
Ilmu maupun persoalan akidah/ tauhid
sebagai pondasi keislaman manusia mempunyai kharakteristik yang tidak lazim
dimiliki oleh teologi agama dan kepercayaan selain islam. Diantara ciri khusus
dalam permasalahan ini adalah sebagai berikut:
Ghoibiyah
Yang
di maksud “ghaib” adalah apa yang tidak tertangkap dari panca indera manusia. Jika
disandarkan kepada manusia, maka terbagi menjadi dua, relatif dan mutlaq.
Disebut relatif manakala “ghaib” tersebut dibatasi oleh ruang dan waktu.
Seperti ghaibnya anak yang tidak masuk kelas. anak itu disebut ghaib oleh
teman-teman sekelasnya yang masuk, tetapi tidak disebut ghaib (nyata) oleh
keluarganya yang di rumah. Adapun ghaib mutlaq adalah ghaib yang benar-benar
tersembunyi dari panca inderanya, seperti wujud pahala, dosa dan lain
sebagainya.
Aqidah
Islam selain mengajak manusia untuk mempercayai sesuatu yang dapat diindera
juga menyeru mereka untuk mempercayai hal-hal yang tidak mampu ditangkap
(ghaib) oleh panca indera mereka. Berbeda dengan orang atheis yang hanya mau
percaya kepada sesuatu yang terindra. Sebenarnya klaim orang atheis demikian
tidak benar, bukankah mereka percaya kepada wujudnya akal meskipun akal tidak
mampu diraba maupun diindra. Seharusnya ketika mereka menafikan sesuatu yang
ghaib dengan alasan tidak mampu diindra, maka mereka juga harus menafikan
wujudnya akal pada diri mereka sendiri, sebab tidak semua mahluk memiliki otak,
tetapi disaat yang sama tidak semua orang yang memiliki otak memiliki akal,
contohnya orang gila, mereka mempunyai otak tapi tidak berakal.
Sesuatu
bisa saja wujud tetapi ghaib, atau bisa saja ghaib tetapi wujud, contohnya
adalah adalah keghaiban syurga dan neraka, Ars, lauhul mahfudz, Allah SWT, dan
lain-lain adalah contoh dimana keimanan seorang diuji kepercayaannya.
Syumuliyah (kesempurnaan)
Islam
sebagai agama yang syumul (sempurna) berarti lengkap, dzn mencangkupi
segala-galanya yang di perlukan bagi panduan hidup manusia. Kesempurnaan islam
ini di tandai dengan Syumuliyah Az-zaman (sepanjang masa). Ini dibuktikan
dengan ciri risalah nabi Muhammad SAW sebagai kesatuan dari penggabungan 2
(dua) fungsi sekaligus, yaitu hamba dan khalifah. hal ini membawa konsekuensi
bahwa berakidah islam tidak hanya membentuk manusia yang shaleh secara individu
semata, melainkan harus menjalankan kesalehan sosial yang tercermin pada sistem
politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kemiliteran, Aklak dan lain
sebagainnya.
Karakteristik Tawazun
Tawazun Artinya keseimbangan. Ajaran-ajaran Islam
seluruhnya seimbang dan memberi porsi kepada seluruh aspek kehidupan manusia
secara proporsional. Tidak
ada yang berlebihan atau
kekurangan, tidak ada perhatian yang ekstrim terhadap satu aspek dengan
mengorbankan aspek yang lain. Karena semua aspek itu adalah satu kesatuan dan
menjalankan fungsi yang sama dalam struktur kehidupan manusia.
Ada
keseimbangan antara
bagian-bagian yang bersifat fisik (zahir) dan metafisik (gaib) dalam keimanan.
Ada keseimbangan antara kecondongan kepada materialisme dan spiritualisme dalam
kehidupan. Sehingga seorang yang bertauhid secara benar bukanlah orang yang
meninggalkan dunia kemudian hanya mementingkan akhirat dan begitu juga
sebaliknya.
Terkecuali
daripada itu, keseimbangan di sini bisa meluas artinya sampai tercermin pada
pemberian porsi yang cukup terhadap akal dan naql (nash-nash). Bahwa dalam
beragama, seorang muslim tidak boleh serta merta hanya menggunakan nash-nash
secara mentah tanpa ada kontribusi akal di dalamnya dalam memahami, begitu pula
sebaliknya, seseorang tidak diperkenankan semata-mata menggunakan akal dalam
beragama dan memahami agama, tetapi harus ada keseimbangan antara akal dan naql.
Berakidah yang benar tidak menjadikan semata manusia mistis atau sebaliknya
menjadi manusia rasionalis.
Tauqif dan Taufiq
Tauqif (berhenti) dan Taufiq (petunjuk) adalah
kharakteristik yang tidak kalah penting dibanding 3 sebelumnya. Bahwa akidah
islam dimana pembahasannya meliputi sesuatu yang di luar nalar manusia, seperti
perkara-perkara ghaib misalnya, maka seorang muslim harus tauqif atau berhenti
pada taufiq atau petunjuk yang ada tanpa ada campur tangan manusia di dalamnya.
Sebab campur tangan manusia terhadap sesuatu yang di luar kemampuannya akan
menjerumuskan manusia kepada penyelewengan agama. Visualisai tentang Tuhan
misalnya, merupakan tindakan dilarang, sebab taufiq (petunjuknya) adalah bahwa
manusia hanya dibebani untuk mengimani dan bukan memvisualisasi dzat Tuhan.
Contoh lainnya adalah guyonan anak-anak yang
mempertanyakan pekerjaan Malaikat Isrofil sekarang ini apa?bukankah ia bertugas
meniup sangka kala hari kiamat, padahal kiamat belum datang?. Anak-anak ini
tidak tahu bahwa malaikat adalah sesuatu yang ghaib, dan sesuatu yang ghaib
harus tauqif dalam taufiq (berhenti pada petunjuk). Petunjuk tentang pekerjaan Malaikat
secara umum adalah ibadah dan beribadah. Sehingga jawabannya adalah ada dua
kemungkinan, kemungkinan yang pertama adalah malaikat Israfil belum diciptakan
saat ini, sehingga kalau belum diciptakan maka belum dikenai beban bekerja.
Adapun kemungkinan ke dua adalah jika ia sudah
tercipat, maka pekerjaan Malaikat Israfil sekarang adalah sebagaimana kewajiban
malaikat umumnya yaitu beribadah, sedangkan wujud ibadahnya bagiamana? Allah
A’lam karena tidak ada taufiq (petunjuk) tentang itu maka kita harus taqif
(berhenti).
0 komentar:
Posting Komentar