Translate

KI TOPO JOYO BINANGUN

HIDUPLAH DALAM GERAKAN KEBENARAN AGAR ENGKAU DIMASUKKAN DALAM GOLONGAN ORANG-ORANG YANG BENAR, MESKI SAAT INI KAMU BUKANLAH ORANG YANG BENAR.

Pantai Alexanderia Egypt

Demi masa, Manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Masa Laloe

Anda tidak mungkin lagi merubah masa lalu, yang mungkin anda lakukan adalah meratapinya atau mensyukurinya untuk pijakan menatap masa depan.

Benteng Sholahuddin Al Ayyubi Alexanderia

Bersama KH. Fathullah Amin LC.

Al Azhar Conference Center (ACC)

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 17 Oktober 2017

Seni Mengalah


Jika kehidupan ini dipenuhi dengan persaingan, kompetisi atau bahkan pertikaian, maka salah satu ajaran Jawa “nguluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake” relevan untuk direnungkan. Terjemahan bebas dari pernyataan di atas adalah “mendatangi musuh tanpa membawa gerombolan massa, dan mengalahkan tanpa menghinakannya". Ajaran ini begitu mengesankan, karena menunjukkan keluhuran sifat seorang kesatria, dimana salah satu sifatnya adalah keberanian meskipun dalam kesendirian. Hal ini berbeda sama sekali dengan seorang pecundang yang keberaniannya adalah kumpulan keberanian-keberanian kecil dari orang-orang yang menyertainya. Pecundang manakala bersama golongannya menjadi singa, selalu berani, buas dan garang, tetapi saat berjalan sendirian, terlihatlah sifat aslinya sebagai seekor kambing pengecut.

 
Sifat ksatria lainnya adalah memenangkan pertikaian tanpa menghinakan lawan, sebab baginya berperang tidak sekedar menang, melainkan tetap menjaga harga diri musuh sehingga keluhuran budinya tetap terjaga.
 
Betapapun demikian, apakah kompetisi dan persiangan harus berakhir dengan konflik dan peperangan? Padahal perang adalah negoisasi antar kepentingan dan ambisi yang gagal. Apakah menjadi seorang ksatria harus identik dengan peperangan? Tidakkah ajaran Jawa tersebut di atas dimaknai dengan yang lain?
 
Jika direnungi secara mendalam, sejatinya ajaran tersebut mempunyai makna yang dalam, bahwa menjadi kesatria untuk memenangkan pertikaian tanpa gerombolannya, memenangkan tanpa menghinakannya adalah bukan dengan peperangan melainkan seni mengalah dalam bingkai musyawarah. Ia benar, musyawarah sejatinya adalah peperangan, peperangan ide, gagasan, ambisi dan bahkan kepentingan sekalipun. Hasil musyawarah adalah kemenangan sekaligus mungkin kekalahan tanpa menghinakan siapapun.
 
Rasulullah pernah melakukannya saat bernegosiasi dengan para pembesar perang kafir Qurays dalam perjanjian Hudaibiah. Umar dengan segera marah melihat Nabi terkesan mengalah pada kemauan lawan, padahal seni mengalah Rasul saat itu tercatat dalam sejarah sebagai bagian dari sebab kemenangan dakwah islam.

Terkecuali daripada itu, seni mengalah tetap relevan dengan kehidupan sehari-hari, mengalah terhadap sahabat, teman kerja, maupun keluarga, karena sejatinya mengalah adalah penyerangan yang sangat telat terhadap perasaan musuh, kecuali musuhmu tidak mempunyai perasaan.
Allah A’lam.

Jumat, 13 Oktober 2017

Ukhuwah Jahiliah

Kebaikan dan kejahatan tidak akan pernah berdialog dalam satu ruang, bahkan kejahatan satu dengan kejahatan yang lainnyapun seperti api, manakala tidak ada kebaikan yang dimusuhinya, ia (sesama kejahatan) akan saling melumat seperti api yang melumat api itu sendiri.

Barangkali ini adalah kata-kata pembuka untuk sahabat akrab saya yang begitu fanatik dengan organisasinya (silat), ia bersedih dengan salah satu temannya yang mati dibunuh oleh kelompok tertentu, tanpa mau mengetahui kenapa temannya terbunuh. Beberapa waktu kemudian ia gembira karena kelompoknya berhasil menghantam anggota tersebut di tempat lain hingga menimbulkan para korban, padahal para korban tersebut bukanlah pelaku pembunuhan, hanya karena kebetulan berasal dari kelompok musuh. Singkat cerita, ia begitu mentolelir kesalahan kelompoknya, namun disaat yang sama begitu kejam menghakimi kelompok lain yang berseberangan dengannya.

Saya mendiamkan ceritanya tanpa berkata sepatah kata apapun, ada rasa sedih dan kecewa yang mendalam melihat bagaimana kawan ini. Sedih dan kecewa karena ia adalah sahabat karib, tetapi berbeda jalan. Sebab jika ia tidak segera merubah gaya berfikirnya, cepat atau lambat akan menjerumuskannya kepada Ukhuwah Jahiliah. Tidak penting benar dan salah, karena yang terpenting dalam ukhuwah ini adalah kebenaran selalu berada dalam kelompoknya. Tidak penting jahat dan baik itu apa, karena yang penting semua yang berseberangan dengan dirinya adalah jahat.

Saya ingin mengatakan kepadanya, tetapi saya pesimis mampukah perkataan saya menembus kebekuan fanatiknya, saya ingin menyitir sebagian firmanNYA "dan janganlah kebencianmu kepada suatu kaum menyebabkan engkau tidak adil kepada mereka".
Bahwa engkau boleh membenci dan menyukai, tapi kebencianmu dan kecintaanmu haruslah karena kebenaran, bukan fanatisme belaka. Kamu harus membenci kejahatan, siapapun pelakunya, saudaramu, kelompokmu bahkan jika dirimu sendiri, dan pada akhirnya kebencianpun kamu harus membencinya.

Kamu harus melawan segala bentuk kejahatan atau mengingkarinya, meskipun itu dilakukan oleh saudaramu, kerabatmu, kelompokmu, bahkan dirimu sendiri. Ia benar kamu melawan dirimu sendiri. Kejahatanmu adalah nafsu aluwamah dan amarah, yang jika tidak kamu lawan, kamu akan diperbudak olehnya selamanya..
Allah A'lam

The Miracle Of Kluntang-Kluntung


Jika ada pepatah "semua akan error pada waktunya" maka entahlah, kemungkinan ini adalah ke-error-an yang paling error dari semua tulisan-tulisan saya yang sebagian besar terasa kurang nggenah. Pasalnya, sudah lama ingin menulis tetapi kenyataannya diksi-diksi yang ditemukan oleh hati dan dituliskan oleh tangan tidaklah begitu renyah untuk dinikmati,"'ala kulli hal "lupakan",begitu kata-kata singkat yang pernah sering saya dengar dahulu, mengesankan dari orang yang sangat mengesankan.

Kluntang-kluntung adalah bagian dari pekerjaan yang tidak ada “bayarannya” sama sekali, makanya “Job” ini jarang diambil oleh mereka yang begitu menghargai waktu. Apalagi jika dipandang dari sudut seni, maka sesungguhnya kluntang-kluntung adalah bentuk aktifitas yang tidak ada nilai estetikanya sama sekali. Bagaimana tidak, seseorang cukup bepergian ngalor-ngidul, ngulon-ngetan tanpa tujuan yang pasti. Benar, ia benar-benar berangkat dan berhenti dari dan untuk ketidak pastian.

Namun demikian, sebenarnya persoalannya menjadi lain manakala diiringi dengan perenungan yang sangat mendalam, tentang hidup, tentang mati, tentang alam semesta dan semuannya. Ada banyak hal mungkin yang dapat didapatkan dari langkah-langkah gontai dan tatapan mata sayu nan lemah, bahwa sesungguhnya semua yang diciptakan tidaklah ada yang sia-sia belaka.

Kita hidup ini sedang mengejar atau dikejar, menunggu atau ditunggu. Kehidupan ini apakah hanya persoalan mengejar karir, mengejar harta, popularitas dan kesenangan semata-mata, atau sebenarnya kitalah yang sedang dikejar, dikejar oleh kematian. Jika demikian betapa keinginan kita berkejar-kejaran bersama ajal.

Kehidupan ini apakah sekedar permasalah menunggu, menunggu remaja, menunggu dewasa, menunggu tua, menunggu kaya, menunggu teman, jodoh, nasib, menunggu dan menunggu hari esok dengan cerita-cerita yang termimpi. Atau justru kitalah yang ditunggu, oleh siapa, dimana dan kapan?. Jikapun siapa itu belum jelas, maka sesungguhnya diantara ketidak jelasan itu ada yang pasti, yaitu kematian. Ia benar, langkah-langkah kaki manusia, setapak demi setapak, ditunggu olehnya. Hembusan-demi hembusan nafas manusia adalah rangkaian perjalanan yang dinantikan olehnya.
Lalu pernyaaannya adalah sudah siapkah kita?

Ah entahlah…, apa yang kita miliki untuk kesiapan itu. Tetapi apakah yang mengejar kita benar-benar mau menunggu kesiapan kita.


Lalu bagaimana halnya dengan firmanNya “Berjalanlah di atas permukaan bumi, dan lihatlah bagimana kesudahan orang-orang yang mendustakan”. 16: 36, 3:137, 6:11.