Translate

KI TOPO JOYO BINANGUN

HIDUPLAH DALAM GERAKAN KEBENARAN AGAR ENGKAU DIMASUKKAN DALAM GOLONGAN ORANG-ORANG YANG BENAR, MESKI SAAT INI KAMU BUKANLAH ORANG YANG BENAR.

Pantai Alexanderia Egypt

Demi masa, Manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Masa Laloe

Anda tidak mungkin lagi merubah masa lalu, yang mungkin anda lakukan adalah meratapinya atau mensyukurinya untuk pijakan menatap masa depan.

Benteng Sholahuddin Al Ayyubi Alexanderia

Bersama KH. Fathullah Amin LC.

Al Azhar Conference Center (ACC)

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 12 Januari 2018

Memaknai Kebahagiaan

Kebahagiaan adalah salah satu tujuan dari kehidupan manusia pada umumnya. Apakah ia beriman maupun tidak dan bahkan terlepas dari pandangannya terhadap kehidupan itu sendiri. Namun demikian, ada diantara manusia yang lupa tentang apa itu makna kebahagiaan dan bagaimana cara memperolehnya. Sebagian terjebak dalam pemahaman bahwa kebahagiaan adalah kepuasan, sehingga kemudian mengerahkan kemampuannya baik waktu, tenaga maupun harta untuk mendapatkannya, karena baginya puas adalah bahagia. Sementara kita sepakat bahwa umumnya kepuasan manusia tidak terbatas. Ia akan mencari dan mencari serta mencari apa yang menjadi keinginannya, manakala tergapai barulah ia puas dan manakala tidak, ia pun kecewa.

Berangkat dari inilah manusia tidak akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki manakala memaknainya dengan kepuasan. Ia akan selalu diiringi dengan keluh kesah terhadap banyak hal. Tentang pekerjaan, tentang keluarga, tentang ini dan itu, sebagaimana Allah berfirman “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah dan apabila mendapat kebaikan dia menjadi kikir.” (QS.Al-ma’arij:19-21).

Orang-orang yang berkeluh kesah bukan golongan hamba yang bersyukur kepada karunia Allah yang begitu luas. Padahal jika direnungkan dengan mendalam, betapa banyak nikmat tercurah. Ada orang bijak berkata, kenapa kita menangis karena tidak memakai kaos kaki, padahal ada orang yang tertawa bahagia bahkan tanpa memiliki kaki. Kita memikirkan kaos kakinya, tanpa melihat nikmat kaki yang kita punya, sedangkan orang lain sudah tidak memikirkan kaki, apalagi kaos kakinya.

Bahagia adalah manakala  sudah ridho tentang ketetapan Allah atas dirinya. Apakah ketetapan itu sesuai dengan keinginannya maupun tidak. Mereka yang bisa melakukannya akan mampu menjadi hamba-hamba yang bersyukur manakala keinginannya dikabulkan dengan kehendak Allah lalu menjadi kenyataan. Adapun sebaliknya, manakala tidak menjadi kenyataan, maka ia akan menjadi sosok yang sabar atas ketetapan tersebut, dan pada akhirnya syukur dan sabar adalah kunci dari kebahagiaan. Lihatlah betapa bahagiannya orang yang diuji untuk berkorban oleh orang yang dicintainya, ia menerima ujian itu dengan sabar dan penuh rasa nikmat. 

Teringat nasehat yang saat indah, bahwa saat pagi menyapa bersama hangatnya cahaya matahari yang jernih, cuaca yang sejuk dan udara yang bersih, sesekali pandangilah  segelas kopi atau teh yang terhidang untuk kita, jangan lekas-lekas kita minum. Pandangi dulu betapa di sana ada nikmat Allah yang luar biasa, warna kopi yang menghitam, atau teh yang menguning, lalu hirup kepulan asap tipis yang terbang dari gelasnya dengan perlahan, pejamkan mata dan berfikirlah, sadarlah betapa banyak orang yang tidak bisa melakukannya. Lalu teguklah sedikit demi sedikit, rasakan kenikmatannya dalam setiap tetes. Jangan terburu-terburu, karena tidak ada kenikmatan dalam terburu-buru. 

Kopi ini adalah kopi yang sama dengan yang kemarin, teh ini adalah teh yang sama dengan teh yang kemarin, tetapi sensasi kenikmatannya berbeda manakala kita bisa melakukan caranya. Kehidupanpun demikian kurang lebihnya tentang aktifitas di rumah, di jalan dan di tempat kerja sekalipun. Rumah yang kita tempati masih sama dengan yang kemarin, kendaraan yang kita pakai masih sama dengan yang kemarin, keluarga yang kita miliki adalah keluarga yang sama dengan kemarin. Manakala kita bisa menikmatinya dengan kesyukuran dan kesabaran, maka insya Allah disitulah muara kebahagiaan yang hakiki.

Allah A’lam.

Menyelesaikan Diri Sendiri

Perlombaan-perlombaan kehidupan yang tak pernah berhenti, baik pekerjaan, harta benda dan lain sebagainya terkadang membuat manusia melupakan jati dirinya sendiri, apatah lagi sifatnya manusia yang dengan keterbatasannya justru menyimpan keinginan-keinginan yang tak terbatas.

Anak-anak sekolah yang bingung ingin menjadi siapa dan bagaimana pun para pekerja yang bingung ingin seperti siapa dan bagaimana. Tentu ini semua lumrah bagi manusia, tetapi jika ia terjebak dalam persoalan ini, maka sesungguhnya ia tidak akan mampu melihat dirinya sendiri dengan bijak. Bahwa orang yang ia kagumi begitu mempesona, dan ia harus seperti itu untuk mempunyai pesona. Bahwa orang yang ia kagumi begitu bahagia dengan segala pekerjaan maupun berikut penghasilannya dan diapun harus seperti itu untuk mendapatkan kebahagiaan yang serupa. Dan seterusnya dan seterusnya.

Lalu bagaimana?

Seorang sahabat dengan arifnya memberikan nasehat  ,”Siapapun kita, dimanapun kita dan dalam posisi apapun kita, hal terpenting dan terawal adalah menyelesaikan persoalan diri kita sendiri, baik sebagai siapa, dimana dan dalam posisi apa”. Dalam artian kita tidak boleh gagal menjadi siapa kita, apa dan dimana. Ketika seorang mahasiswa dengan semangatnya yang luar biasa, menggebu-gebu menginginkan perubahan masyarakat bahkan tatanan negara, namun betapapun itu diejawantahkan dalam seminar, diskusi maupun demontrasi jalanan, selama ia tidak selesai dengan dirinya sendiri, kuliahnya tidak beres, sering alpa, tugas tidak dikerjakan dan seterusnya, maka sebenarnya ia pun telah memulainya dengan kegagalan. Sebab perubahan masyarakat bahkan negara adalah kolektifitas perubahan individu-individu di dalamnya.

Ketika orang berambisi untuk mendapatkan kehidupan mapan seperti orang lainnya, namun tidak menyelesaikan persoalan dirinya, kerjanya dan dengan segala pernak perniknya, maka sebenarnya ia pun telah memulainya dengan kegagalan, sebab kemapanan mereka yang telah mapan dimulai dari selesainya permasalah mereka. Mereka sudah jatuh bangun untuk menyelesaikan mapannya.

Ya benar, kita harus menyelesaikan permasalahan kita sendiri jika tidak ingin masalah yang menyelesaikan kita. Kita harus mampu mengenali siapa diri sendiri dengan baik, sebagai apa dan dimana, lalu berbuat baik semaksimal mungkin  sebagai siapa dan dimana 

Allah A’lam.