Translate

KI TOPO JOYO BINANGUN

HIDUPLAH DALAM GERAKAN KEBENARAN AGAR ENGKAU DIMASUKKAN DALAM GOLONGAN ORANG-ORANG YANG BENAR, MESKI SAAT INI KAMU BUKANLAH ORANG YANG BENAR.

Pantai Alexanderia Egypt

Demi masa, Manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Masa Laloe

Anda tidak mungkin lagi merubah masa lalu, yang mungkin anda lakukan adalah meratapinya atau mensyukurinya untuk pijakan menatap masa depan.

Benteng Sholahuddin Al Ayyubi Alexanderia

Bersama KH. Fathullah Amin LC.

Al Azhar Conference Center (ACC)

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 20 Juni 2017

MENGAJI*

Istilah “Ngaji” jika diotak atik secara bahasa Jawa sebenarnya adalah singkatan dari kata “Ngatur Jiwo” dimana ia mengandung pengertian bahwa mengaji adalah aktifitas yang digunakan untuk menata hati, perasaan dan fikiran dalam kaitannya sebagai manusia. Terkecuali daripada peningkatan intelektualitas/ keilmuan, sesungguhnya mengaji adalah bagian dari pelaksanaan ibadah.

Para ulama amat menghargai subtansi mengaji, sehingga Syaich Imam Zarnuzi mengarang kitab khusus terkait hal ini, yang tertuang dalam ta’lim al muta’alim. Kitab yang serupa dibuat oleh beliau Hadratus Syaich Hasyim Asyari dengan judul Adab al ‘Alim wa al Muta’alim.Selain itu, Ada banyak syair, maupun nash-nash wahyu yang menekankan aktifitas ini baik secara tersurat dan tersirat.

Ibadah dan penataan hati adalah 2 (dua) hal yang setidaknya menjadi titik tolak berfikir bahwa seseorang yang ingin mengaji seyogyanya memperhatikan aturan, etika maupun ketentuan sebagaimana dalam kitab-kitab ta’lim. Selain itu, ada beberapa hal lainnya yang tidak pentingnya untuk diindahkan adalah kerelaan hati untuk membuang symbol/ label yang melekat pada diri manusia, karena terkadang bisa menghalangi proses transfer ilmu baik dari segi pemahaman, barakah ataupun kemanfaatannya.

Symbol adalah label yang tidak pernah dibawa oleh manusia saat kelahirannya melainkan baru disematkan untuknya saat ia telah melakukan sebuah usaha. Diantara symbol ataupun label yang melekat pada manusia adalah symbol kedudukan. Posisi, jabatan ataupun kedudukan seseorang di masyarakat terkadang menumbuhkan kesombongan, nah kesombongan adalah penyakit hati yang sangat akut, sehingga bagaimana mungkin ngaji menjadi bermakna manakala berkumpul di dalamnya sebuah penyakit.

Gelar Kyai, Haji, Ustadz, Guru, Buya, Syaich adalah label yang tidak perlu dibawa-bawa dalam area ini, seseorang yang ingin mengaji, mengaji saja. Embel-embel tidak perlu dibawa, sebab terkadang bagaimanapun keagungan sebuah gelar, tanpa penyikapan yang arif lagi-lagi akan menumbuhkan kesombongan. Hal ini telah dicontohkan oleh para ulama’ besar yang pernah ada, Imam Ahmad berguru kepada Imam Syafi’i justru ketika Ibnu Hambal ini telah menjadi ulama besar di kaumnya. Hujjatul Islam Syaich Ghazali rela belajar kepada seorang guru desa yang tidak begitu dikenal justru ketiga gelar-gelar keilmuan telah beliau sandang begitu megahnya. Bahkan para pejuang Badar yang sanagat dihormati para sahabat pun pernah berguru tafsir kepada Ibnu Abbas, pemuda beliau yang cerdas di masa itu. Mereka adalah sedikit contoh dari sekian banyak orang-orang besar yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu.

Symbol selanjutnya adalah organisasi, kelompok, suku maupun budaya. Seseorang yang ingin benar-benar mengaji seyogyanya membuang kesemuan label tadi, sebab kebenaran dan keluasan ilmu pengetahuan yang Allah karuniakan kepada para manusia tidak terbatas pada organisasi ataupun kelompok tertentu. Orang yang terlalu fanatik hanya mengaji pada orang/ kelompok tertentu ibarat seorang yang mencari udara segar dalam ruangan tertutup. Di ruangan tersebut ada jendela A, jendela B, C dan seterusnya. Manakala ia mengkhususkan dirinya hanya pada 1 (satu) jendela maka betapa sedikitnya udara segar yang ia peroleh. Pengkultusan pada kelompok dan individu sangat tidak baik dalam pencarian ilmu, sebab kelompok bukanlah agama yang pasti benar, sedangkan individu betapapun gelarnya sebagai ulama, ia bukanlah Nabi dengan kemaksumannya. Seseorang bisa mengaji kepada banyak kelompok dan orang-orang berbeda, karena pada akhirnya ia tetap memiliki kebebasan berfikir untuk menentukkan sikap maupun menyaring dari semua pengajian yang ia ikuti.


Allah A’lam.

Disampaikan di Masjid Karang Mojo, Senin 07 Maret 2017