Translate

KI TOPO JOYO BINANGUN

HIDUPLAH DALAM GERAKAN KEBENARAN AGAR ENGKAU DIMASUKKAN DALAM GOLONGAN ORANG-ORANG YANG BENAR, MESKI SAAT INI KAMU BUKANLAH ORANG YANG BENAR.

Pantai Alexanderia Egypt

Demi masa, Manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Masa Laloe

Anda tidak mungkin lagi merubah masa lalu, yang mungkin anda lakukan adalah meratapinya atau mensyukurinya untuk pijakan menatap masa depan.

Benteng Sholahuddin Al Ayyubi Alexanderia

Bersama KH. Fathullah Amin LC.

Al Azhar Conference Center (ACC)

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 31 Januari 2017

Konsep Agama

Konsep Agama
Perspektif Islam
TEOLOGI* Manusia sepanjang sejarahnya mempunyai aturan tertulis ataupun tidak tanpa terkecuali, baik modern maupun primitif. Peraturan-peraturan tersebut adalah hasil cipta karya mereka dalam menjalani kehidupan baik terbentuk dari kesepakatan masyarakat atau pemaksaan kekuatan tertentu. Terkecuali yang muncul dari kreasi manusia, ada aturan lain yang muncul karena kepercayaan adanya kekuasaan supra natural di luar kemampuan manusia yang sebagian manusia menyebutnya sebagai Tuhan.
Kepercayaan adanya Tuhan membawa konsekuensi adanya agama dan aliran kepercayaan dengan segala macam nama dan bentuknya. Lebih jauh, keberadaan Tuhan dan Agama serta aliran kepercayaan tidak bisa dipisahkan. Dimana ada orang beragama, di sana ada Tuhan yang disembah dan diagungkan, dan dimana ada sesuatu yang diagungkan, maka di sana ada aliran/ agama yang diyakini kebenarannya.
Keberadaan berbagai macam aliran kepercayaan dan agama di dunia ini adalah sebuah kenyataan, termasuk bahwa mayoritas semua pemeluknya mengklaim apa yang diyakininya sebagai sebuah kebenaran. Tetapi apakah demikian? Mungkinkah kebenaran milik seluruh agama dan kepercayaan yang ada? Padahal disaat yang sama konsep monotheisme tidak akan pernah akur dengan polytheisme sepanjang masa. Penggolongan agama ke dalam dua bentuk, Samawi (Langit) dan Watsani/ Ardhi (Berhala/bumi) menguatkan kegelisahan tentang kebenaran relatif terhadap sebuah agama/aliran kepercayaan.
Obyektifitas perlu dikedepankan dalam pencarian kebenaran agar terhindar dari subyektifitas. Oleh karenanya, pembakuan tolok ukur perlu dilakukan. Islam melalui ajarannya baik tersurat maupun tersirat menegaskan adanya tiga unsur untuk menimbang apakah klaim kebenaran terhadap sebuah aliran kepercayaan maupun agama dapat dipertanggungjawabkan, sebab jika tidak maka yang muncul adalah pembenaran atas klaim bukan kebenaran klaim itu sendiri.
Unsur pertama adalah Konsep Ketuhanan. Bahwa agama yang benar adalah agama yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan bukan hasil kreasi manusia. Tuhanlah yang menghendaki manusia bersimpuh atas keagunganNya dengan syariat yang Ia kehendaki. Terkecuali daripada itu, titik tekan dalam konsep ini adalah bahwa yang dimaksud Tuhan di sini adalah benar-benar Tuhan dengan segala sifat-sifatnya. Ia Tunggal, Maha Kuasa, Maha Kekal, Maha Pencipta, Maha Penghancur, Maha Dahulu, dan Maha segalanya. Jika ada sesuatu yang tidak Maha kemudian dianggap Tuhan oleh manusia, disembah, dipuja dan puji, maka sesuatu tersebut bukanlah Tuhan, Ia hanya sesuatu yang dipertuhankan dan bukan Tuhan itu sendiri. Konsekuensi dari hal ini, maka Islam menafikan ketuhanan patung-patung, berhala, matahari, Yesus dan benda-benda lainnya yang tidak mempunyai sifat Maha segalanya. Semua itu dalam perspektif Islam bukan Tuhan meskipun dipertuhankan oleh manusia. Agama yang mempunyai Tuhan bermasalah, maka dipastikan agama itu tidak benar.
Kebenaran agama dan aliran kepercayaan tidak bisa berdiri hanya karena konsep ketuhanan yang benar, unsur yang tidak kalah pentingnya adalah unsur Nabi dan Rasul. Semua orang mungkin bisa mengaku nabi dan rasul, tetapi apakah ia benar-benar layak disebut nabi dan rasul? Tentu saja tidak, sebab jika pengakuan semata-mata boleh dipercayai, maka iblis pun bisa mengaku nabi. Secara garis besar, seorang Nabi dan Rasul dalam islam harus mempunyai 4 sifat wajib, yaitu Tabligh (menyampaikan), siddiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Fatanah (cerdas) berserta 4 sifat mustahilnya. Terkecuali daripada itu ada perangkat lainnya seperti mu’jizat maupun wahyu sebagai pembuktian atas kerasulannya. Konsep kenabian dalam islam bukan hanya mengimani 1 rasul dan nabi, tetapi semua rasul dan nabi wajib diimani meskipun dalam perkembangan selanjutnya tidak mengharuskan untuk mengikuti keseluruhan syariatnya. Hal ini berbeda dengan agama Yahudi misalnya yang tidak mengimani Nabi dan Rasul secara keseluruhan, bahkan sebagaian mereka adalah pembunuh nabi. Agama yang konsep nabi dan kenabiannya bermasalah maka dipastikan agama tersebut salah.
Konsep ketiga adalah wahyu, dimana dalam hal ini, pengertian wahyu dipersempit dalam pembahasan kitab suci. Bahwa ketika Tuhan menghendaki syariatnya dijalankan oleh manusia, maka kehendakNya itu disampaikan melalui Nabi dan Rasulnya, kemudian terwujudlah dalam bentuk wahyu, baik yang tertulis maupun terucap. Adapun Kitab suci adalah bagian dari wahyu itu. Kebenaran sebuah kitab bisa diuji melalui beberapa aspek. Diantaranya teori koherensi dimana pernyataan-pernyataanya tidak kontradiktif. Semisal ketika mengatakan Tuhan itu Esa, maka pernyataan ini konsisten dan tidak pernah berubah. Hal ini berbeda dengan Bibel misalnya, dimana banyak temuan ayat yang tidak konsisten ketika membahas sebuah hal. Agama yang mempunyai kitab suci bermasalah, dalam perspektif islam agama tersebut agama yang salah.
Dus, selamat merenung kembali terhadap kebenaran agama anda, lihatlah apakah yang anda sembah adalah benar-benar Tuhan? Atau sebuah hal yang dipertuhankan, pun begitu dengan Nabi dan kitab suci anda,  selamat belajar kembali.


Allah A’lam

Senin, 30 Januari 2017

OJO DUMEH

Cerita Siang

Laki-laki berpeci putih mendekat selepas duhur dan berbasa-basi dalam obrolan ngalor-ngidul yang ramah. Tiba-tiba Ia menyinggung masalah pekerjaan dan menceritakan usaha barunya, Biro Haji & Umroh dengan segala prestasinya. Saya mulai “enggak enak” melihat gelagat ceritanya, terlebih usaha tersebut mirip-mirip dengan sistem MLM. Baru 2 menit, Level rasa nggak enak saya naik menjadi “mangkel”. Pasalnya, ia mencemooh secara halus bermacam profesi karena kecilnya gaji, baik guru, karyawan, dan bentuk kerja lainnya.

Entah karena wajah saya yang kelihatan lugu dan ndeso, atau dia emang terlalu PeDe, maka cerita sukses bisnisnya terus disambung dengan semangat, tentu goalnya adalah saya kepencut dan ikut bergabung.
Dia mungkin mengira umpannya berhasil ketika saya diam sejenak untuk berfikir keras atas cerita-cerita “gamblus”nya. Padahal, saya sedang berfikir bagaimana cara “misuhi” orang tersebut dengan hormat dan elegan.

Iming-iming gaji besar dan penghasilan fantastis dengan kerja tidak realistis sering digunakan untuk “mlekotho” orang lain. Padahal seyogyanya, ini adalah moment yang tepat untuk saling berbagi dan tolong menolong dalam kebaikan. Allah A’lam.

AGAMA & POLITIK


TEOLOGI* Agama dan Politik*

Entah sejak kapan manusia ber-ijma’ bahwa politik adalah ruang kotor, tempat para badut dan bandit berebut kue kekuasaan. Meski tidak semua orang yang berada di dalamnya demikian, namun fakta sejarah perpolitikan yang menumbalkan banyak manusia seolah menegaskan bahwa politik dan ruang kotor adalah 2 (dua) sisi mata uang yang tak terpisahkan.

Hal ini tentu saja berbeda dengan agama, dimana ia adalah symbol kesucian yang dihuni oleh orang-orang shaleh. Oleh karenanya tidak mengherankan jika dengan dalih untuk menjaga kesuciannya, maka sebagian manusia mengharamkan seharam-haramnya persinggungan agama dengan politik.

Tetapi? Apakah sebuah kearifkan menjauhkan politik dari agama? Padahal agama (islam) adalah tuntunan semesta manusia?

Sebenarnya, menceraikan agama dengan politik dengan tidak ada pengecualian sama sekali hanya akan membuat politik semakin kotor, keji dan jahat. Semestinya, yang dilarang bukan semata-mata persinggungan keduanya, melainkan “menunggangi agama” untuk kepentingan politik. Selain itu, agama justru harus dihadirkan dalam ruang politik sebagai ruh dan filter. Manakala norma-norma agama yang kebaikannya tidak terbatas ruang dan waktu menjiwai para politikus, maka wajah politik akan berubah menjadi santun dan indah.

Maka, ber-agama-lah dan berpolitik, tetapi jangan beragama karena politik, karena itu adalah bentuk “penunggangan” terhadap agama, padahal agama bukan tunggangan, tapi tuntunan.
Allah A’lam. 

PRABU YAHOSSS

Prabu “Yahosss”*
Tahun 1034 SM

Prabu Duryudono sedang mencari dukungan secara massif dari seluruh rakyat Astino, Pasalnya Ia khawatir bahwa anak-anak Pandowo yang telah ia “lecun” sebelumnya akan memprovokasi rakyat untuk melengserkannya dari singgasana. Kekhawatiran ini mulai memuncak saat suara-suara yang mempertanyakan kompetensinya sebagai Raja Negara Astino semakin menyeruak, apalagi sejak Sang Prabu naik, harga BBM pun naik, Listrik, Gas, Lombok, kereta, pendek kata semua naik, tidak ada yang turun kecuali harga diri para penjilat.

Desas desus hutang kerajaan yang semakin menumpuk serta impor pekerja dari kerajaan sebelah semakin menambah runyamnya keadaan, akibatnya meningkatnya jumplah JONES pun tidak terkendali, bayangkan..Pasangan gak punya, pekerjaan pun ga ada..

Makanya, sore itu ia blusukan ke salah satu kaum di pedalaman Astina, tak tanggung-tanggung untuk meraih simpati rakyatnya ia bertelanjang dada dan hanya memakai semacam Koteka. Tibalah saatnya orasi.

“Saudara-saudara, setelah saya berkeliling dunia, ternyata kerajaan yang paling baik ekonominya adalah kerajaan kita”,
“Yahosss!!!!”, Sahut Kepala Suku sambil mengepalkan tangan ke langit diikuti semua kaumnya.

Melihat antusias masyarakat yang begitu tinggi, Sang Prabu pun kemudian melanjutkan orasinya.

“Mulai bulan depan, tarif listrik akan kita turunkan”.

“Yahosss!!!”.

“BBM akan kita jungkalkan harganya”

“Yahosss!!!”.

“Uyah, Brambang, daging, dan kebutuhan pokok lainnya akan kita murahkan”.

“Yahosss!!!”.

Begitulah, semua janji-janji manis Sang Prabu disahut teriakan kompak dan menggelegar dari seluruh penduduk. Setelah 30 menit berlangsung tibalah saat ramah tamah di Pendopo. Namun Sang Prabu terlihat enggan untuk menyantap hidangan makanan karena jijik melihat lalu lalang hewan yang di kota Astina biasa disebut dengan "anjing"

Mengetahui gelagat demikian, Ketua Suku pun berdiri dan berteriak kepada kaumnya,” Hoiiiii, siapa yang punya Yahoss-Yahoss di sini, tolong disingkirkan. Yang Mulia ingin makan tanpa melihat Yahoss di depannya”.

*yang terinspirasi dari tulisan “woka” di salah satu akun FB, dianjurkan dibaca ketika fikirannya adem

Kebenaran

Kebenaran

Dialektika Berfikir


‘’Jadilah manusia pintar sebisa mungkin, karena kebodohan adalah alasan mudah bagi orang-orang culas untuk mepencundangimu, tetapi INGAT..! kepintaran akan membawa petaka kecuali berjalan lurus dengan kebenaran”.
Kalimat di atas tentu saja bukan teks suci yang kebenarannya absolut, itu hanya hasil renungan atas apa yang terjadi saat ini. Bahwa Kekacauan sosial, politik dan budaya tidak ditimbulkan oleh sekumpulan orang bodoh, melainkan adanya tangan-tangan pintar yang memanfaatkan kebodohan orang lain di luar kebenaran.
Tetapi apakah kebenaran itu sendiri?
Jika diturut dari akar bahasanya, maka kebenaran adalah klaim atas sesuatu yang bisa dibuktikan kebenarannya/ hal tersebut layak disebut benar. Dengan demikian, kebenaran bisa ditarik-tarik dalam banyak aspek, semisal kebenaran informasi, kebenaran agama, kitab suci, pendapat dan lain sebagainya.
Adapun teori untuk membuktikan hal tersebut diantaranya adalah Teori korespondensi dimana suatu pernyataan dikatakan benar jika bersesuaian dengan fakta. Jadi, opini/ pendapat dan berita-berita penyanjungan keberhasilan terhadap seorang pemimpin misalnya, dikatakan tidak benar dan bukan kebenaran ketika tidak sesuai dengan fakta. Meskipun hal ini sudah ada sejak zaman Nazi, Hitler dan Stalin.
Teori lainnya adalah Koherensi. Suatu pernyataan dapat dikatakan benar apabila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang di anggap benar". Al Qur’an contohnya, dikatakan sebagai kitab suci yang benar karena pernyataan-pernyataan dalam Al Qur’an tidak bertumpang tindih, bahwa penyebutan Allah adalah Tuhan Yang Esa tidak pernah berubah baik di awal, di tengah maupun di akhir kitab.
Lebih lanjut, sebagian manusia men-generalisir kebenaran, termasuk kaitannya dengan agama, bahwa “Tidak ada kebenaran absolut, yang ada adalah kebenaran relatif”. Maksudnya adalah bahwa benar menurut seseorang belum tentu benar menurut orang lain.
Hal ini tentu tidak bisa serta merta diterima, karena logika mengatakan bahwa jika ada kebenaran, maka disaat yang sama harus ada kesalahan. Artinya jika benar itu ada, maka salah juga harus ada.
Adapun kaitannya dengan pemahaman terhadap agama (Madzhab) dan gerakan keagamaan, maka relativisme (kemungkinan) bisa diterima. Tetapi relativisme sebuah pemahaman dan gerakan keagamaan tidak abadi, ia bisa berubah menjadi absolute manakala didedah melalui cara yang sudah “ma’lum” kebenarannya. Hal inilah yang menyebabkan pendapat Syiah terkait kebolehan Nikah Mut’ah tidak benar meskipun Kaum Syiah menganggapnya benar. Tersingkirnya banyak pendapat Madzhab Dawud Ad Dhahiri dalam percaturan Madzhab Fiqh, Ditolaknya penafsiran-penafsiran kaum liberal terhadap nash-nash, maupun pengingkaran umat terhadap gaya dakwah Firqah Khawarij membuktikan bahwa relativisme kebenaran tidak abadi, ia akan berubah menjadi absolute manakala kebenaran itu dicari melalui metode yang benar pula.
Jadi, benar tetaplah benar meskipun seribu orang mengatakannya salah, dan salah adalah salah meskipun sejuta orang membenarkannya.
Allah A’lam.

Rabu, 25 Januari 2017

Khutbah Jumat (berdzikir)

Anjuran Berdzikir
Jama’ah Yang Berbahagia...
Diantara perintah yang Allah hendaknya kita cermati sebagai wasilah peningkatan Iman dan Taqwa adalah adalah perintah Berdzikir kepadaNYa. Hal tersebut dinyatakan Allah SWT dibanyak ayat, diantaranya adalah sebagai berikut ini:
وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا.
“Berdzikirlah (dengan menyebut) nama Rabb-mu dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” [Al-Muzzammil: 8]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا. وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا. هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا.
“Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepada kalian, sedang malaikat-Nya (memohonkan ampunan untuk kalian), supaya Dia mengeluarkan kalian dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” [Al-Ahzâb: 41-43]
وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ.
“Dan berdzikirlah kepada Rabb-mu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah pada petang dan pagi hari.” [Ali Imrân: 41]

Jama’ah Jum’at Yang berbahagia.
Berzikir adalah salah satu ciri amalan orang-orang shaleh, begitu juga mereka yang dikenal sebagai “ulul albab”, sebagaimana firman Allah SWT:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ. الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang senantiasa berdzikir kepada Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Wahai Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini secara sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami terhadap siksa neraka.” [Ali ‘Imrân: 190-191]
Jama’ah Yang dirahmati Allah..
Lalu apa yang dimaksud dengan dzikir di sini?
Dzikir bisa diartikan sebagai “menyebut/mengingat”, jadi Dzikrullah bisa menyebut/mengingat Allah SWT. Tetapi meski demikian Dzikir yang baik mencakup dua makna di atas; menyebut dan mengingat. Sehingga aktifitas dzikir tidak terbatas pada bacaan kalimah-kalimah thayibah selepas shalat melainkan itu luas sekali:
Bangun tidur kemudian mengucapkan doa setelah tidur itu adalah dzikir, begitupun ketika hendak tidur
Masuk kamar mandi dan berdoa lalu keluarpun berdoa, itu adalah dzikir
Memakai baju dan melepasnya dengan doa itu adalah dzikir
Berdoa ketika hendak makan dan setelah makan, itu adalah dzikir,
Mengucapkan Innalilah (istirja) ketika musibah dan hamdalah ketika mendapatkan nikmat itu adalah dizikir.
Sehingga Ibadah dzikir cukup simpel dan mudah dilakukan. Tidak harus dengan persiapan khusus, tempat khusus dan waktu khusus. Dalam kondisi apapun diperbolehkan, asal tidak pada tempat-tempat yang kotor dan menjijikkan. Seorang Muslim bisa memanfaatkan waktu yang senggang dan kosong untuk berdzikir. Berdzikir bisa dilakukan pada waktu menunggu antrian, waktu menunggu lampu merah, dan perjalanan pulang dan pergi kerja, seterusnya. Bahkan saat ibu/istri/adik/kakak kita yang sedang memasakpun mari dianjurkan untuk berdzikir dalam mengiringi pekerjaannya biar lebih berkah daripada mengisinya dengan cemberut/ nyayian yang tidak ada maknanya.

Jama’ah Yang berbahagia..
Lalu apa manfaat berdzikir dalam kehidupan kita?
Manfaat berdzikir dalam kehidupan manusia sangat besar sekali, baik ditinjau dari segi kesehatan maupun non kesehatan.
Orang yang terbiasa berdzikir maka secara psikologis akan tenang hatinya, hal ini dikuatkan dengan firman Allah:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ.
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan dzikir kepada Allah-lah, hati menjadi tenteram.” [Al-Ra’d: 28]. Nah ketenangan berdampak kepada kesehatan manusia. Allah A’lam
Mengisi waktu kosong dengan dzikrullah, bisa membantu seseorang terhindar dari perbuatan sia-sia dan dosa. Karena waktu dan kesempatan yang kosong berpeluang dua hal; kebaikan atau keburukan, positif atau sebaliknya. Dan janji Allah bagi orang-orang yang banyak berzikir kepadanya adalah keberuntungan sebagaimana firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian memerangi pasukan (musuh), berteguhhatilah kalian dan berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya agar kalian beruntung.” [Al-Anfâl: 45]
Jama’ah Jum’at..
Demikian tadi khutbah singkat terkait dengan dzikir, semoga hal tersebut menginspirasi kita untuk menjadikan hari-hari kita selalu berdzikir kepadaNya, dan alangkah indahnya sekaligus doa jika sewaktu-waktu Allah memanggil kita, saat itu kita tengah berdizkir kepadanya..aamiin.