Jika ada pepatah "semua akan error pada waktunya" maka entahlah, kemungkinan ini adalah ke-error-an yang paling error dari semua tulisan-tulisan saya yang sebagian besar terasa kurang nggenah. Pasalnya, sudah lama ingin menulis tetapi kenyataannya diksi-diksi yang ditemukan oleh hati dan dituliskan oleh tangan tidaklah begitu renyah untuk dinikmati,"'ala kulli hal "lupakan",begitu kata-kata singkat yang pernah sering saya dengar dahulu, mengesankan dari orang yang sangat mengesankan.
Kluntang-kluntung adalah bagian dari pekerjaan yang tidak ada “bayarannya” sama sekali, makanya “Job” ini jarang diambil oleh mereka yang begitu menghargai waktu. Apalagi jika dipandang dari sudut seni, maka sesungguhnya kluntang-kluntung adalah bentuk aktifitas yang tidak ada nilai estetikanya sama sekali. Bagaimana tidak, seseorang cukup bepergian ngalor-ngidul, ngulon-ngetan tanpa tujuan yang pasti. Benar, ia benar-benar berangkat dan berhenti dari dan untuk ketidak pastian.
Namun demikian, sebenarnya persoalannya menjadi lain manakala diiringi dengan perenungan yang sangat mendalam, tentang hidup, tentang mati, tentang alam semesta dan semuannya. Ada banyak hal mungkin yang dapat didapatkan dari langkah-langkah gontai dan tatapan mata sayu nan lemah, bahwa sesungguhnya semua yang diciptakan tidaklah ada yang sia-sia belaka.
Kita hidup ini sedang mengejar atau dikejar, menunggu atau ditunggu. Kehidupan ini apakah hanya persoalan mengejar karir, mengejar harta, popularitas dan kesenangan semata-mata, atau sebenarnya kitalah yang sedang dikejar, dikejar oleh kematian. Jika demikian betapa keinginan kita berkejar-kejaran bersama ajal.
Kehidupan ini apakah sekedar permasalah menunggu, menunggu remaja, menunggu dewasa, menunggu tua, menunggu kaya, menunggu teman, jodoh, nasib, menunggu dan menunggu hari esok dengan cerita-cerita yang termimpi. Atau justru kitalah yang ditunggu, oleh siapa, dimana dan kapan?. Jikapun siapa itu belum jelas, maka sesungguhnya diantara ketidak jelasan itu ada yang pasti, yaitu kematian. Ia benar, langkah-langkah kaki manusia, setapak demi setapak, ditunggu olehnya. Hembusan-demi hembusan nafas manusia adalah rangkaian perjalanan yang dinantikan olehnya.
Lalu pernyaaannya adalah sudah siapkah kita?
Ah entahlah…, apa yang kita miliki untuk kesiapan itu. Tetapi apakah yang mengejar kita benar-benar mau menunggu kesiapan kita.
Lalu bagaimana halnya dengan firmanNya “Berjalanlah di atas permukaan bumi, dan lihatlah bagimana kesudahan orang-orang yang mendustakan”. 16: 36, 3:137, 6:11.






0 komentar:
Posting Komentar