Translate

Rabu, 01 Maret 2017

Sah dan Maqbul


Islam sebagai satu-satunya agama yang mengatur keseluruhan hidup umatnya, dari sebelum tidur sampai menjelang tidur kembali, dari makan sampai mencari makanan dan saat membuang makanan sebagai kotoran. Aturan-aturan tersebut termanifestasi dalam hukum 5 (lima) yang dikenal sebagai wajib, sunah, mubah, makruh dan haram. Kaitannya dengan hal tersebut, pelaksanaan hukum islam tidak terlepas dari beberapa istilah, yaitu syarat, rukun, sah, dan batal.
Syarat adalah suatu hal  yang harus dipenuhi dengan sempurna/cukup sebelum terjadinya perbuatan hukum/ ibadah. Jika syarat tidak terpenuhi berarti perbuatan tersebut bisa tidak boleh dilakukan ataupun tidak perlu dilakukan, contohnya adalah masuknya bulan ramadhan menjadi syarat wajibnya membayar zakat fitrah. Seandainya bulan tersebut belum datang, maka pelaksanaan zakat fitrah tidak boleh dilakukan meskipun si pelaku sudah mempunyai harta yang siap dizakatkan. Contoh lainnya adalah syarat baligh (cukup usia) bagi orang yang berpuasa wajib, sehingga jika ada anak kecil yang belum baligh, maka ia tidak diharuskan berpuasa, sehingga ia tidak dihukumi dosa manakala tidak berpuasa karena memang syaratnya belum mencukupi.
Istilah yang kedua adalah rukun yang artinya adalah sesuatu yang harus dikerjakan dan merupakan bagian pokok dari pelaksanaan ibadah, ia tidak boleh tertinggal, seperti membaca surah Al-Fatihah merupakan rukun dalam shalat, manakala ada orang yang shalat kemudian ia meninggalkan proses ini maka shalatnya dianggap tidak sah/ batal.
Adapun istilah yang ketiga adalah sah. Isitilah ini disematkan kepada pelaksanaan ibadah yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, dan dikerjakan secara benar. Contoh: ibadah shalat dinamakan sah bila dikerjakan lengkap rukun maupun syaratnya sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh syara'.
lawan dari istilah ini adalah Batal yang mempunyai arti dari pelaksanaan ibadah yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya,/dikerjakan secara tidak benar. Contoh: tidak menutup aurat dan tidak membaca Al-Fatihah dalam pelaksanaan shalat.
Beberapa istilah yang  tersebut di atas adalah istilah yang sering dipakai dalam ilmu-ilmu terkait pelaksanaan ibadah/ syariat. Namun demikian ada satu istilah lain yang tidak kalah pentingnya dan jarang diungkap dalam buku-buku hukum islam (fiqh) yaitu istilah maqbul (diterima). Hal ini menurut hemat penulis perlu disampaikan karena ternyata keabsahan sebuah ibadah tidak menjadi jaminan bahwa ibadah tersebut diterima di sisi Allah SWT (maqbul).
Penerimaan Allah atas ibadah/ pelaksanaan syariat seorang hamba tidak serta merta diukur dari nilai-nilai yang di ijtihad kan oleh pakar hukum fiqh terkait sah maupun batal. Hal ini lebih merujuk dari aspek niat dan bagaimana proses seorang hamba dalam usahanya untuk melaksanakan sebuah ibadah. Seseorang yang beribadah tanpa semata-mata ditujukan kepada Allah, maka ia sebenarnya sedang menduakan Tuhan dalam amalnya, dalam hal ini biasa disebut sebagai kesyirikan kecil. Sebagaimana firmanNya dalam
Contoh lain adalah sebagaimana halnya orang yang ber haji dari hasil korupsi maupun harta menipu. Meskipun ia sudah mendapatkan syarat “mampu” dan kemudian melakukan ibadah haji sesuai dengan ketentuan-ketentuannya (rukun), tetapi sesungguhnya Allah menolak ibadah yang di usahakan dari harta haram. Hal ini sebagaimana dalam firmanNya terkait Qurban dan Shadaqah:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“ Daging-daging dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. “ ( Al Hajj : 37 )
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224). Ghulul yang dimaksud di sini adalah harta yang berkaitan dengan hak orang lain seperti harta curian.
Terkecuali daripada itu, orang yang bersedekah dengan harta haram ibarat mencuci baju dengan air yang kotor, sehingga tidaklah baju tersebut menjadi bersih melainkan bertambah kotor. Allah A’lam.





0 komentar:

Posting Komentar