Translate

Jumat, 10 Maret 2017

KONSEP PERKARA GHAIB

Konsep Perkara Ghaib
TEOLOGI. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang tercipta dengan sempurna, hal ini sebagaimana dijelaskan sendiri dalam firmanNya (95:4). Tanda-tanda kesempurnaan itu diantara adalah adanya panca indera yang melekat pada diri manusia, dimana dengannya ia mampu menangkap wujudnya sesuatu di luar dirinya sendiri.Beragam rasa, warna, suara, bentuk dan hal-hal lainnya adalah salah satu fungsi terwujudnya panca indera manusia. Ia bisa membedakan antara gula dan kopi, antara hitam dan putih, antara panjang dan pendek.

Wujud panca indera yang begitu luar biasa tidaklah serta merta mampu menuntun manusia untuk menemukan dan membedakan sesuatu dengan benar. Terkadang indera manusia terkecoh oleh sebuah hal betapapun sempurnanya. Jika seseorang meletakkan 1 (satu) buah pensil yang lurus di gelas berisi air, maka yang akan tertangkap oleh indera penglihatan adalah bukan pensil yang lurus, melainkan telah berubah menjadi bengkok, padahal aslinya benar-benar bengkok. Contoh lain adalah peristiwa fatamorgana dimana bayangan air yang tertangkap oleh mata di atas gurun pasir panas bukanlah wujudnya air itu sendiri melainkan hanya gambaran-gambaran kosong tentang air.

Fakta pensil yang terlihat bengkok di dalam segelas air, dan bayangan wujud air di atas pasir adalah sinyal-sinyal bahwa manusia begitu lemah untuk mengetahui segala sesuatu jika hanya berbekal panca indera. Tuhan kemudian memberikan sesuatu lain yang sangat berharga kepada manusia, yaitu keberadaan akal. Manusia yang berakall tidak akan tertipu sebagaimana tertipunya panca indera. Saat panca indera tertipu, maka akal akan segera memberitahukan kepada manusia bahwa persangkaannya terhadap sesuatu yang ditangkap oleh panca indera adalah salah.

Kaitannya dengan perkara ghaib (as Syam’iat), apakah manusia bisa mempercayai perwujudannnya padahal ia tidak dapat ditangkap oleh panca indera, maupun dicerna oleh akal? Semisal adanya syurga, neraka, pahala, surga dan lain sebagaimana dalam keyakinan umat islam.

Manusia yang berpegang teguh semata-mata pada panca inderanya tidak akan pernah mampu mempercayai perkara ghaib apapun itu nama dan bentuknya. Hal ini dikarenakan bahwa panca indera memang fungsinya terbatas untuk menangkap sesuatu yang bisa ditangkap olehnya. Oleh karenanya, ia kemudian membutuhkan akal. Hal canggih ke dua setelah panca indera, perwujudan sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera terkadang masih bisa ditangkap oleh akal, semisal adanya akal itu sendiri. Segenap manusia waras (berakal) mempercayai bahwa semua manusia mempunyai otak, tetapi ternyata tidak semua orang yang berotak mempunyai akal. Golongan pertama disebut dengan orang waras dan golongan ke dua adalah orang gila.

Nah..meskipun akal perwujudatannya tidak bisa ditangkap oleh panca indera, bagaimana warna, bentuk dan identitasnya, tetapi seseorang dengan mudahnya diketahui bahwa dirinya berakal maupun tidak berakal. Iya benar, akal adalah sesuatu yang wujud tetapi perwujudannya tidak tertangkap oleh panca indera melainkan hanya ditangkap oleh akal sendiri.

Lalu bagaimana dengan perkara-perkara ghaib dalam keyakinan umat islam dimana hal-hal tersebut tidak saja alpa dari tangkapan panca indera, bahkan akalpun tidak mampu menjangkaunya. Apakah serta merta manusia bisa memutuskan bahwa mempercaya wujud perkara ghaib/ as syami’at sesuatu yang benar-benar konyol.

Sebenarnya, manusia tidak bisa hanya berpegang teguh pada panca indera dan akalnya dalam mengenali sesuatu, sebab kedua-duanya juga mempunyai kelemahan yang sangat besar. Orang yang berpanca indera lengkap dan berakal sempurna terkadang/ bahkan sering salah untuk menentukan sesuatu. Semisal wujudnya awan hitam yang ada dilangit dari kejauhan. Ketika panca indera menangkap wujudnya awan hitam dari kejauhan, maka akalpun tidak serta merta memutuskan bahwa daerah yang di atasnya ada awan tersebut sedang hujan ataupun tidak. Karena bisa jadi ketika akal memikirkan dan menebak daerah tersebut hujan dan ternyata tidak hujan, hanya mendung saja, pun begitu pula sebaliknya.

Contoh lainnya adalah betapa banyak kesimpulan-kesimpulan salah yang dihasilkan semata-mata oleh panca indera dan akal manusia. Ada faktor X yang selama ini tidak bisa dipecahkan oleh keduanya, bahwa tidak ada satupun manusia yang bisa memastikan bahwa tembakan peluru kendali pasti mengenai sasaran, perjalanan pesawat tidak akan jatuh, kapal laut tidak akan tenggelam, seseorang yang berhati-hati di jalan raya pasti selamat dari kecelakaan.
Persoalan-persoalan inilah yang menyebabkan manusia mau tidak mau, suka dan tidak suka, rela dan tidak rela harus mengakui bahwa dirinya lemah dan di luar kuasanya ada sesuatu yang Maha Dahsyat yang menciptakan faktor X. Dialah Tuhan semesta alam ini, yang menamakan dirinya dengan Allah dalam surat Al Ihlas.

Adapun kaitannya dengan perkara-perkara ghaib, panca indera manusia tidak pernah mampu menangkapnya karena makna ghaib adalah tidak bisa dideteksi oleh indera. Meski demikian, ia harus mengakui bahwa tidak semua yang tak tertangkap oleh panca indera berarti tidak ada perwujudannya, sebab hal tersebut masih bisa diyakini keberadaannya dengan bantuan akal. Jadi ghaib menurut panca indera belum tentu ghaib menurut akal. Pun demikian, meskipun akal tidak pernah bisa memikirkan perwujudan faktor X, tetapi ternyata akal tidak pernah bisa juga menolak bahwa ia tidak berwujud, dan pada akhirnya untuk membantu manusia menemukan/meyakini perwujudan sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera dan akal manusia, maka Allah sang pemilik faktor X itu menurunkan wahyu kepada mereka bahwa ada perkara-perkara wujud yang tidak bisa mereka jangkau dengan akal maupun panca indera. Lalu dari titik inilah keimanan terhadap as syam’iat memperoleh jawabannya

Allah A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar