Konsep Perkara Ghaib
TEOLOGI. Manusia adalah
satu-satunya makhluk yang tercipta dengan sempurna, hal ini sebagaimana
dijelaskan sendiri dalam firmanNya (95:4). Tanda-tanda kesempurnaan itu
diantara adalah adanya panca indera yang melekat pada diri manusia, dimana
dengannya ia mampu menangkap wujudnya sesuatu di luar dirinya sendiri.Beragam rasa,
warna, suara, bentuk dan hal-hal lainnya adalah salah satu fungsi terwujudnya
panca indera manusia. Ia bisa membedakan antara gula dan kopi, antara hitam dan
putih, antara panjang dan pendek.
Wujud panca indera yang begitu luar biasa tidaklah serta
merta mampu menuntun manusia untuk menemukan dan membedakan sesuatu dengan
benar. Terkadang indera manusia terkecoh oleh sebuah hal betapapun sempurnanya.
Jika seseorang meletakkan 1 (satu) buah pensil yang lurus di gelas berisi air,
maka yang akan tertangkap oleh indera penglihatan adalah bukan pensil yang
lurus, melainkan telah berubah menjadi bengkok, padahal aslinya benar-benar
bengkok. Contoh lain adalah peristiwa fatamorgana dimana bayangan air yang tertangkap
oleh mata di atas gurun pasir panas bukanlah wujudnya air itu sendiri melainkan
hanya gambaran-gambaran kosong tentang air.
Fakta pensil yang terlihat bengkok di dalam segelas air, dan
bayangan wujud air di atas pasir adalah sinyal-sinyal bahwa manusia begitu
lemah untuk mengetahui segala sesuatu jika hanya berbekal panca indera. Tuhan
kemudian memberikan sesuatu lain yang sangat berharga kepada manusia, yaitu
keberadaan akal. Manusia yang berakall tidak akan tertipu sebagaimana
tertipunya panca indera. Saat panca indera tertipu, maka akal akan segera
memberitahukan kepada manusia bahwa persangkaannya terhadap sesuatu yang
ditangkap oleh panca indera adalah salah.
Kaitannya dengan perkara ghaib (as Syam’iat), apakah manusia
bisa mempercayai perwujudannnya padahal ia tidak dapat ditangkap oleh panca
indera, maupun dicerna oleh akal? Semisal adanya syurga, neraka, pahala, surga
dan lain sebagaimana dalam keyakinan umat islam.
Manusia yang berpegang teguh semata-mata pada panca inderanya
tidak akan pernah mampu mempercayai perkara ghaib apapun itu nama dan
bentuknya. Hal ini dikarenakan bahwa panca indera memang fungsinya terbatas
untuk menangkap sesuatu yang bisa ditangkap olehnya. Oleh karenanya, ia
kemudian membutuhkan akal. Hal canggih ke dua setelah panca indera, perwujudan
sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera terkadang masih bisa
ditangkap oleh akal, semisal adanya akal itu sendiri. Segenap manusia waras
(berakal) mempercayai bahwa semua manusia mempunyai otak, tetapi ternyata tidak
semua orang yang berotak mempunyai akal. Golongan pertama disebut dengan orang
waras dan golongan ke dua adalah orang gila.
Nah..meskipun akal perwujudatannya tidak bisa ditangkap oleh
panca indera, bagaimana warna, bentuk dan identitasnya, tetapi seseorang dengan
mudahnya diketahui bahwa dirinya berakal maupun tidak berakal. Iya benar, akal
adalah sesuatu yang wujud tetapi perwujudannya tidak tertangkap oleh panca
indera melainkan hanya ditangkap oleh akal sendiri.
Lalu bagaimana dengan perkara-perkara ghaib dalam keyakinan
umat islam dimana hal-hal tersebut tidak saja alpa dari tangkapan panca indera,
bahkan akalpun tidak mampu menjangkaunya. Apakah serta merta manusia bisa
memutuskan bahwa mempercaya wujud perkara ghaib/ as syami’at sesuatu
yang benar-benar konyol.
Sebenarnya, manusia tidak bisa hanya berpegang teguh pada panca
indera dan akalnya dalam mengenali sesuatu, sebab kedua-duanya juga mempunyai
kelemahan yang sangat besar. Orang yang berpanca indera lengkap dan berakal
sempurna terkadang/ bahkan sering salah untuk menentukan sesuatu. Semisal
wujudnya awan hitam yang ada dilangit dari kejauhan. Ketika panca indera
menangkap wujudnya awan hitam dari kejauhan, maka akalpun tidak serta merta
memutuskan bahwa daerah yang di atasnya ada awan tersebut sedang hujan ataupun
tidak. Karena bisa jadi ketika akal memikirkan dan menebak daerah tersebut
hujan dan ternyata tidak hujan, hanya mendung saja, pun begitu pula sebaliknya.
Contoh lainnya adalah betapa banyak kesimpulan-kesimpulan salah
yang dihasilkan semata-mata oleh panca indera dan akal manusia. Ada faktor X
yang selama ini tidak bisa dipecahkan oleh keduanya, bahwa tidak ada satupun
manusia yang bisa memastikan bahwa tembakan peluru kendali pasti mengenai
sasaran, perjalanan pesawat tidak akan jatuh, kapal laut tidak akan tenggelam,
seseorang yang berhati-hati di jalan raya pasti selamat dari kecelakaan.
Persoalan-persoalan inilah yang menyebabkan manusia mau tidak
mau, suka dan tidak suka, rela dan tidak rela harus mengakui bahwa dirinya
lemah dan di luar kuasanya ada sesuatu yang Maha Dahsyat yang menciptakan faktor
X. Dialah Tuhan semesta alam ini, yang menamakan dirinya dengan Allah dalam
surat Al Ihlas.
Adapun kaitannya dengan perkara-perkara ghaib, panca indera manusia
tidak pernah mampu menangkapnya karena makna ghaib adalah tidak bisa dideteksi
oleh indera. Meski demikian, ia harus mengakui bahwa tidak semua yang tak
tertangkap oleh panca indera berarti tidak ada perwujudannya, sebab hal
tersebut masih bisa diyakini keberadaannya dengan bantuan akal. Jadi ghaib
menurut panca indera belum tentu ghaib menurut akal. Pun demikian, meskipun
akal tidak pernah bisa memikirkan perwujudan faktor X, tetapi ternyata akal
tidak pernah bisa juga menolak bahwa ia tidak berwujud, dan pada akhirnya untuk
membantu manusia menemukan/meyakini perwujudan sesuatu yang tidak bisa
ditangkap oleh panca indera dan akal manusia, maka Allah sang pemilik faktor X
itu menurunkan wahyu kepada mereka bahwa ada perkara-perkara wujud yang tidak
bisa mereka jangkau dengan akal maupun panca indera. Lalu dari titik inilah
keimanan terhadap as syam’iat memperoleh jawabannya
Allah A’lam.
0 komentar:
Posting Komentar