Translate

Jumat, 03 Maret 2017

Jarak, Cinta dan Kebencian


Cinta dan kebencian memiliki kesamaan, sama-sama melekat dalam bawah sadar seseorang. Masing-masing orang yang membenci dan mencintai akan susah melupakan objek yang dicintai maupun dibencinya. Ia akan teringat dan teringat dibanyak waktu dan kesempatan. Keduanya mirip nyaris mirip, karena yang membedakan hanyalah dimensi cinta dan kebencian itu sendiri.

Cinta dan kebencian juga bisa terbangun dari satu hal yang sama, yaitu jarak. Ruang dan waktu adalah jarak yang menumbuhkan cinta pun juga kebencian. Pepatah menarik dari orang-orang Jawa “Witing tresno jalaran songko kulino” memiliki makna bahwa rasa cinta bisa tumbuh karena kebiasaan. Kebiasaan saling bertemu, kebiasaan saling menyapa, kebiasaan saling bersama. Kebiasan-kebiasaan itulah yang menghilangkan jarak tidak suka, jarak kebencian dan menghapusnya menjadi rasa cinta. Pepatah ini telah turun temurun dan menjadikan kearifan dalam berumah tangga masyarakat Jawa selama bertahun tahun yang lalu. Mereka yang lahir di tahun 50an ke bawah adalah diantara contoh nyata persoalan ini, betapa banyak anak laki-laki dan perempuan yang dinikahkan tanpa saling mengenal terlebih dahulu, tetapi toh mereka bisa mengarungi bahtera rumah tangga hingga ber anak cucu. Kenyataan ini berbanding jauh dengan era sekarang, dimana banyak rumah tangga yang hancur justru berasal dari mereka yang sudah mengenal dan bahkan saling mencintai sebelum menikah.

Meski jarak telah menjadi contoh betapa cinta bisa tumbuh karenanya, tetapi ia juga bisa menjadi contoh dimana kebencian timbul. Manusia bukanlah hewan, dimana naluri hewan akan saling bermusuhan saat bertemu, tetapi seiring dengan waktu mereka bisa rukun dalam satu sangkar yang sama. Justru terkadang manusia bisa saling menghormati dan bertoleransi di awal pertemuan dan bermusuhan dikemudian hari. Betapa banyak pasangan yang bertengkar justru ketika mereka telah merasakan suka duka kebersamaan yang lama. Jadi jarak bukanlah penentu cinta semata-mata, begitupun halnya dengan kebencian. Ketiga-tiganya saling berkelindan, sehingga orang-orang yang saling mencintai terkadang justru harus memunculkan jarak diantara mereka agar rasa cinta selalu ada. Ketika jarak membatasi kebersamaan, disitulah akan muncul kerinduan. Rindu untuk mengulangi masa-masa keindahan yang pernah ada.

Terkecuali daripada itu, Kebersamaan (tanpa jarak) terkadang malah tidak menambah rasa cinta melainkan bosan dan pada akhirnya munculah benih-benih kebencian. Maha Suci Tuhan (Allah) yang menciptakan jarak bagi sebagian orang yang saling mencintai, karena ternyata tidak semua cinta bisa berakhir dalam pertemuan raga. Raga mereka berpisah tetapi hati mereka menyatu, menyatu dalam jarak yang memisahkan. Jarak yang menjauhkan mereka justru mendekatkan jiwa-jiwa meraka. Mereka saling merindukan, saling cinta meskipun pembuktiannya hanya mampu menyebutkan nama dalam lafal-lafal doa yang panjang. Tetapi itulah cinta...bukankah cinta lebih indah meski terpisah, daripada kebencian dalam balutan kebersamaan.

Allah A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar