Translate

Rabu, 08 Maret 2017

Konsep Kenabian

Konsep Kenabian
TEOLOGI.Agama yang benar mensyaratkan adanya 3 (tiga) unsur, yaitu Tuhan, nabi dan wahyu dimana ketiganya harus  dalam kerangka yang benar. Pembahasan terkait Tuhan bisa dibaca di Konsep Ketuhanan. Unsur ke dua dalam teologi islam adalah persoalan Kenabian/ Kerasulan dimana perwujudan seorang Nabi dan Rasul adalah sebagai penjembatan komunikasi wahyu Tuhan dengan umat manusia. Ia adalah komunikator wahyu, penjelas, penafsir dan terkadang sebagai wahyu itu sendiri, wahyu yang menjelma sebagai seorang manusia.
Terkecuali daripada itu perwujudan utusan Tuhan adalah bentuk kasih sayangNya kepada mereka, dimana ketika naluri manusia menyadarkan mereka tentang adanya Sang Maha Wujud, maka IA kemudian mengutus salah seorang hamba pilihanNya sebagai penuntun dan pengajar untuk mengenali siapa Sang Wujud itu sendiri dan sekaligus sebagai suri tauladan bagaimana mereka berinteraksi (menyembah) dengan Tuhan itu sendiri.

Tanpa kehadiran Rasul, manusia akan digiring oleh hawa nafsunya untuk menciptakan kreasi-kreasi bagaimana mereka menggambarkan/ mevisualkan sosok Sang Maha Kuasa itu, padahal Tuhan memiliki sifat berbeda dengan makhluk, sehingga penggambaran itu hanya akan melahirkan bentuk tajassum atas diri Tuhan. Pun mereka akan memberikan nama-nama yang tidak berdasar atas wahyu. Sementara itu, pada aspek ibadah, mereka juga sangat dimungkinkan untuk melakukan ritual-ritual penyembahan yang justru maknanya bertolak belakang dengan ibadah itu sendiri.

Beberapa penganut agama samawi (Baca: Konsep Agama) yang masih eksis di dunia ini mengklaim bahwa mereka memiliki Nabi dan rasul, tetapi kenyataannya hanya islam yang mempunyai konsep kerasulan yang benar. Klaim ini bisa dinilai dari beberapa aspek, yang pertama adalah adanya sumber yang jelas dari pengangkatan utusan, bahwa kenabian mereka tidak berasal dari penobatan manusia melainkan benar-benar diangkat oleh Tuhan dengan tanda kenabian maupun Mu’jizat dan wahyu yang menyertainya. Aspek kedua adalah keserasian visi dan misi sejak nabi pertama sampai nabi terakhir, mereka memiliki kesamaan dalam dakwah tauhid/ mengesakan Tuhan meskipun bentuk syariatnya terkadang berbeda, sehingga ini paralel dengan doktrin bahwa seorang muslim tidak boleh mengimani Muhammad saja dan mengingkari kenabian ISA maupun Musa serta para utusan lainnya. Ini berbeda dengan kaum Nasrhani yang hanya mengimani Isa tetapi menolak kerasulan Muhammad SAW.

Aspek ketiga dalam konsep kenabian islam adalah meletakkan seorang Nabi secara  tawazun (proposional). Hal ini ditandai bahwa umat islam tidak melepaskan antara posisi seorang rasul sebagai rosul, maupun posisinya sebagai manusia. Bahwa betapapun mulia gelar seorang rosul, tetapi mereka tetaplah seorang manusia dengan sifat-sifat manusia secara umum, seperti mereka bisa saja senang, sedih, tertawa, menangis, sakit, sehat, membutuhkan makan, minum, tempat tinggal, menikah dan bergaul hidup dengan manusia pada umumnya. Namun demikian, ia tetaplah seorang nabi yang tindakan-tindakannya sebagai manusia akan dibimbing Tuhan agar menjadi suri tauladan umatnya. Hal ini berbeda dengan kaum yahudi yang menurunkan derajad kenabian menjadi seperti manusia pada umumnya bahkan mengilangkannya, sehingga tidak heran ditemukan kisah-kisah yang menggambarkan adanya nabi yang berzina, rasul yang berbuat kebohongan dan lain sebagainya. Konsep kenabian dalam Islam juga tidak ghulwu (berlebih-lebihan) terhadap seorang rasul tidak sebagaimana tindakan kaum Nasrhani yang menaikkan derajad kenabian Isa menjadi seorang Nabi sekaligus anak Tuhan.

Nabi adalah orang mulia yang dimuliakan dengan kerasulan, tingkah lakunya dibimbing dan diawasi oleh Tuhan, sehingga mustahil melakukan tindakan yang bertentangan dengan wahyu, baik tersurat maupun tersirat. Namun demikian, betapapun kemuliaan seorang nabi, tidak serta merta menaikkan derajat mereka menjadi seorang Tuhan/ bagian dari Tuhan, sebab Nabi dan Tuhan jelas-jelas sesuatu yang berbeda, jika ada agama yang mensifati Nabi dengan hal-hal yang tidak terpuji, dipastikan agama itu tidak benar, atau sebaliknya terlalu dalam mensakralkannya hingga pada taraf menaikkan levelnya menjadi Tuhan.

Allah A’lam




0 komentar:

Posting Komentar