TEOLOGI.Manusia adalah ciptaan yang Allah sebut sebagai fi ahsani al taqwim (sebaik-baik penciptaan). Hal ini menarik dikaji karena ternyata dirinya adalah satu-satunya mahkluk yang mendapatkan gelar demikian. Para ulama menegaskan meski para malaikat tercipta sebagai hamba Allah yang tidak pernah berdosa, namun demikian keimanan mereka masih bisa di bawah level para manusia. Terkecuali daripada itu, misi ke khalifah an di dunia tidak diserahkan kepada malaikat melainkan diembankan kepada manusia.
Keunikan lainnya adalah segi besar dan kecilnya postur. Manusia masih kalah dengan beberapa jenis hewan, seperti gajah, buaya dan lain sebagainya, namun kenyatannya ia memiliki kekuatan yang bisa mengendalikan beragam macam hewan, termasuk yang postur tubuhnya melebihi mereka. Beberapa hal lainnya yang patut direnungkan terkait dengan kesempurnaan dirinya adalah beberapa anugrah yang Alloh lekatkan, diantaranya adalah sebagai berikut di bawah ini:
Keunikan lainnya adalah segi besar dan kecilnya postur. Manusia masih kalah dengan beberapa jenis hewan, seperti gajah, buaya dan lain sebagainya, namun kenyatannya ia memiliki kekuatan yang bisa mengendalikan beragam macam hewan, termasuk yang postur tubuhnya melebihi mereka. Beberapa hal lainnya yang patut direnungkan terkait dengan kesempurnaan dirinya adalah beberapa anugrah yang Alloh lekatkan, diantaranya adalah sebagai berikut di bawah ini:
1. Tabiat, naluri ataupun Insting
Anugerah ke dua ini diberikan kepada manusia dimana dengannya ia mampu menemukan kenyamanan hidup. Seseorang yang klakepan (menguap) adalah tanda bahwa tubuhnya memberi sinyal untuk istirahat (tidur). Mengantuk adalah tabiat manusia sebagai tanda awal aktifitas tidur, seandainya manusia tiba-tiba tidur tanpa ditandai dengan tabiat mengantuk, maka betapa hancurnya dunia ini, para pengendara akan bertabrakan dengan pengendara lainnya, para penceramah akan tertidur tiba-tiba di mimbarnya, para dokter yang tertidur saat operasi dan masih banyak hal bahaya lainnya jika manusia tidak memiliki rasa kantuk. Perut yang keroncongan adalah tabiat atau naluri atau insting sebagai sinyal kepada manusia bahwa tubuhnya butuh makanan dan minuman, sehingga ia tahu dengan segera untuk memenuhi kebutuhannya, seandainya tidak ada rasa lapar, tidak ada perut yang keroncongan, maka betapa bahayanya manusia, ia bisa saja mati mendadak karena kebutuhan energinya tidak terpenuhi gara-gara tidak merasa lapar dan haus.
2. Panca Indera
Terkecuali daripada insting dan naluri, manusia pada umumnya diberi anugerah 5 (lima) indera untuk mengenali apa-apa yang ada di sekelilingnya dengan benar. Dengannya ia bisa mengerti beragam jenis rasa, beragam warna, beragam suara, beragam bentuk dan rupa serta hal-hal lainnya yang tidak dimiliki oleh mahluk lain secara sempurna, seperti halnya hewan dan tumbuh-tumbuhan. Tanpa perwujudan indera pengecap, manusia tidak akan bisa mengenali apa itu manis, asin, pahit dan lain sebagainya. Darinya juga ia bisa membedakan mana yang disebut gula, garam dan benda-benda lainnya. Tanpa indera penglihatan, ia tidak bisa membedakan mana yang disebut dengan merah, putih, hitam, hijau dan lain-lain, ia juga tidak bisa menemukan apa yang disebut dengan keindahan. Penjelasan ini akan semakin mendalam manakala disebutkan fungsi-fungsi indera lainnya. Namun demikian, betapapun hebatnya fungsi indera, tetapi ia tidaklah cukup untuk benar-benar digunakan sebagai alat pencari kebenaran. Contohnya adalah ketika mata kita melihat sebatang pensil yang dimasukkan ke dalam segelas air, maka indera kita akan memberitahukan bahwa pensilnya menjadi bengkok. Padahal sejatinya tidaklah demikian, itu hanyalah persitiwa pembiasan, dimana akal akan tetap menghukumi bahwa pensilnya tetap lurus meskipun indera pengelihatan melaporkan bengkok.
3. Akal
Anugrah indera dan tabiat/ naluri diberikan Allah kepada manusia maupun hewan. Namun, hewan ternyata lebih mampu eksis bertahan hidup dibandingkan dengan manusia jika kedua mahluk itu hanya diberi insting dan indera. Lihatlah betapa menakjubkan peradaban hewan di sekeliling kita, mereka mampu melakukan hal-hal yang luar biasa padahal mereka tidak memiliki akal. Semut mampu membuat sarang dan hidup dengan teratur bersama koloninya, begitu juga dengan lebah. Lihatlah betapa burung-burung mampu membuat sarang yang cocok dengan tempat mereka mengerami telur-telurnya, padahal mereka tidak diberi akal tentang cara bagaimana membuat sarang yang kuat.
Anugerah ke dua ini diberikan kepada manusia dimana dengannya ia mampu menemukan kenyamanan hidup. Seseorang yang klakepan (menguap) adalah tanda bahwa tubuhnya memberi sinyal untuk istirahat (tidur). Mengantuk adalah tabiat manusia sebagai tanda awal aktifitas tidur, seandainya manusia tiba-tiba tidur tanpa ditandai dengan tabiat mengantuk, maka betapa hancurnya dunia ini, para pengendara akan bertabrakan dengan pengendara lainnya, para penceramah akan tertidur tiba-tiba di mimbarnya, para dokter yang tertidur saat operasi dan masih banyak hal bahaya lainnya jika manusia tidak memiliki rasa kantuk. Perut yang keroncongan adalah tabiat atau naluri atau insting sebagai sinyal kepada manusia bahwa tubuhnya butuh makanan dan minuman, sehingga ia tahu dengan segera untuk memenuhi kebutuhannya, seandainya tidak ada rasa lapar, tidak ada perut yang keroncongan, maka betapa bahayanya manusia, ia bisa saja mati mendadak karena kebutuhan energinya tidak terpenuhi gara-gara tidak merasa lapar dan haus.
2. Panca Indera
Terkecuali daripada insting dan naluri, manusia pada umumnya diberi anugerah 5 (lima) indera untuk mengenali apa-apa yang ada di sekelilingnya dengan benar. Dengannya ia bisa mengerti beragam jenis rasa, beragam warna, beragam suara, beragam bentuk dan rupa serta hal-hal lainnya yang tidak dimiliki oleh mahluk lain secara sempurna, seperti halnya hewan dan tumbuh-tumbuhan. Tanpa perwujudan indera pengecap, manusia tidak akan bisa mengenali apa itu manis, asin, pahit dan lain sebagainya. Darinya juga ia bisa membedakan mana yang disebut gula, garam dan benda-benda lainnya. Tanpa indera penglihatan, ia tidak bisa membedakan mana yang disebut dengan merah, putih, hitam, hijau dan lain-lain, ia juga tidak bisa menemukan apa yang disebut dengan keindahan. Penjelasan ini akan semakin mendalam manakala disebutkan fungsi-fungsi indera lainnya. Namun demikian, betapapun hebatnya fungsi indera, tetapi ia tidaklah cukup untuk benar-benar digunakan sebagai alat pencari kebenaran. Contohnya adalah ketika mata kita melihat sebatang pensil yang dimasukkan ke dalam segelas air, maka indera kita akan memberitahukan bahwa pensilnya menjadi bengkok. Padahal sejatinya tidaklah demikian, itu hanyalah persitiwa pembiasan, dimana akal akan tetap menghukumi bahwa pensilnya tetap lurus meskipun indera pengelihatan melaporkan bengkok.
3. Akal
Anugrah indera dan tabiat/ naluri diberikan Allah kepada manusia maupun hewan. Namun, hewan ternyata lebih mampu eksis bertahan hidup dibandingkan dengan manusia jika kedua mahluk itu hanya diberi insting dan indera. Lihatlah betapa menakjubkan peradaban hewan di sekeliling kita, mereka mampu melakukan hal-hal yang luar biasa padahal mereka tidak memiliki akal. Semut mampu membuat sarang dan hidup dengan teratur bersama koloninya, begitu juga dengan lebah. Lihatlah betapa burung-burung mampu membuat sarang yang cocok dengan tempat mereka mengerami telur-telurnya, padahal mereka tidak diberi akal tentang cara bagaimana membuat sarang yang kuat.
Hal ini tentu saja sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan manusia. Untuk mampu menciptakan peradaban, manusia tidak bisa lepas dari apa yang disebut dengan akal, dengannya ia memperoleh pengetahuan dan kemudian dengan pengetahuannya peradaban baru bisa diwujudkan. Bagaimanapun kuat insting seorang manusia, dan begitu pun lengkap indera yang ia miliki, tanpa akal yang bersamanya, maka manusia menjadi mahluk yang tidak lebih mulia daripada hewan, sebab ia dimasukkan dalam manusia gila. Ia benar, tanpa akal, manusia menjadi gila, ia bisa lapar, dan makan, tetapi tidak ada jaminan bahwa ia mampu memakan makanan yang bermanfaat baginya, bahkan cara makanpun belum tentu bisa mirip dengan manusia pada umumnya.
Fungsi akal di sini adalah membantu mencari kebenaran yang tidak mampu dipecahkan oleh panca indera sebagaimana contoh di depan. Namun apakah akal benar-benar sempurna sebagai alat untuk mencari kebenaran?
Fungsi akal di sini adalah membantu mencari kebenaran yang tidak mampu dipecahkan oleh panca indera sebagaimana contoh di depan. Namun apakah akal benar-benar sempurna sebagai alat untuk mencari kebenaran?
Tidak, sebab akal terbatas kemampuannya. Kekuatannya untuk menemukan kebenaran sesuatu hanyal terbatas dari ilmu pengetahuan yang ia dapatkan dari informasi-informasi yang diberikan oleh panca indera, sehingga akal menjadi bergantung pada panca indera itu sendiri. Saat indera tidak mengirimkan informasi secara cukup, maka akal tidak benar-benar bisa memutuskan sesuatu, contohnya adalah perakiraan cuaca. Kenapa manusia tidak mampu mengatakan dengan yakin bahwa awan hitam yang terlihat dari jarak yang sangat jauh menunjukkan bahwa di tempat itu hujan atau sekedar mendung saja? Karena informasi yang diberikan oleh indera penglihatan (mata) kepada akal terbatas hanya pada awan yang berwarna hitam, mata manusia tidak mampu melihat apakah di sana ada tetesan air atau tidak, sehingga akalpun tidak bisa menghukumi bahwa di tempat itu terjadi hujan ataupun sebaliknya, ia hanya mampu mengira-ngira.
4. Wahyu
Penjelasan tentang lemahnya indera dan akal dalam menemukan kebenaran menjadi alasan yang kuat bahwa manusia masih membutuhkan sesuatu yang lain dalam menemukan kebenaran itu. Sesuatu itu tidak lain adalah “wahyu” atau firman Tuhan (Allah). Terlebih jika kebenaran itu ada kaitannya dengan alam ghaib dimana panca indera tidak memberikan informasi sama sekali kepada akal, maka bagaimana akal mampu menjangkau alam tersebut. Mau tidak mau akal harus tunduk kepada wahyu yang ada. Jika saja akal tidak mampu menebak dengan tepat antara hujan dan tidak hujan, padahal informasi warna dari indera penglihatan sudah diberikan, maka bagaimana mungkin akal mampu menebak dengan benar tentang perkara-perkara yang di luar kendali indera dan akal manusia. Dzat Tuhan, surga dan neraka, pahala, taqdir dan lain sebagainya adalah perkara-perkara ghaib yang tidak mampu dipecahkan oleh manusia, sehingga ia sangat butuh kepada wahyu untuk mengenalnya. Jangankan Dzat Tuhan, nama Tuhan saja manusia tidak akan mampu menemukannya jika IA sendiri tidak memberi tahu kepada manusia lewat FirmanNya (Al Ihlas ayat pertama). Bahwa manusia tidak bisa dengan kreatifitasnya/ se suka hatinya sendiri memberi nama kepada Tuhan sebagaimana ia tidak boleh menamai Seorang Presiden sesuka hatinya lalu memanggilnya di khalayak ramai dengan nama tersebut, sebab semua ada aturannya.
4. Wahyu
Penjelasan tentang lemahnya indera dan akal dalam menemukan kebenaran menjadi alasan yang kuat bahwa manusia masih membutuhkan sesuatu yang lain dalam menemukan kebenaran itu. Sesuatu itu tidak lain adalah “wahyu” atau firman Tuhan (Allah). Terlebih jika kebenaran itu ada kaitannya dengan alam ghaib dimana panca indera tidak memberikan informasi sama sekali kepada akal, maka bagaimana akal mampu menjangkau alam tersebut. Mau tidak mau akal harus tunduk kepada wahyu yang ada. Jika saja akal tidak mampu menebak dengan tepat antara hujan dan tidak hujan, padahal informasi warna dari indera penglihatan sudah diberikan, maka bagaimana mungkin akal mampu menebak dengan benar tentang perkara-perkara yang di luar kendali indera dan akal manusia. Dzat Tuhan, surga dan neraka, pahala, taqdir dan lain sebagainya adalah perkara-perkara ghaib yang tidak mampu dipecahkan oleh manusia, sehingga ia sangat butuh kepada wahyu untuk mengenalnya. Jangankan Dzat Tuhan, nama Tuhan saja manusia tidak akan mampu menemukannya jika IA sendiri tidak memberi tahu kepada manusia lewat FirmanNya (Al Ihlas ayat pertama). Bahwa manusia tidak bisa dengan kreatifitasnya/ se suka hatinya sendiri memberi nama kepada Tuhan sebagaimana ia tidak boleh menamai Seorang Presiden sesuka hatinya lalu memanggilnya di khalayak ramai dengan nama tersebut, sebab semua ada aturannya.
Ke empat hal yang terurai di atas adalah gambaran sederhana bahwa akal memang mendapat posisi penting bagi manusia, karena ia setingkat lebih atas dari pada panca indera, sehingga menjaga akal adalah salah satu kewajiban manusia. Ia dilarang dari mengkonsumsi hal-hal yang dapat merusak akal, seperti sabu-sabu, minuman keras, racun dan lain sebagainya. Namun demikian, betapapun hebatnya “akal”, ternyata ia hanya mampu menemukan dan menentukan apa yang telah diinformasikan oleh inderanya, sehingga akalpun tidak boleh menjadi satu satunya alat untuk mencari kebenaran, apalagi kebenaran tentang agama, akal harus bersanding dan berjalan beriringan dengan wahyu (firman Allah), bahkan disaat akal bertolak belakang dengan wahyu, maka ia harus mengalahkan dirinya dan mempersilahkan wahyu membimbingnya menuju jalan dan hal-hal yang benar.
Allah A’lam.
Allah A’lam.
*Disarikan dari Tafir Madrasy dan referensi lainnya kemudian disampaikan pada pengajian Jama’ah Masjid Karang Mojo-Balong-Ponorogo (28 Maret 2017)
0 komentar:
Posting Komentar