Translate

Jumat, 29 September 2017

Pe Ka I

Oleh Umarwan Sutopo*

Salah satu  sejarah yang mungkin “enggak jelas” bagi generasi umur 30 tahun ke bawah adalah persoalan PKI. Apalagi mereka yang keluarga maupun lingkungannya tidak pernah secara langsung terlibat, baik menjadi korban ataupun pelaku kelam sejarah konflik 65. Maka tidak heran, banyak anak-anak muda sekarang bukan saja tidak tahu menahu bahwa PKI itu nyata atau sekedar legenda, bahkan mereka masih menerka-nerka bahwa PKI termasuk jenis mahluk apa?

Sehingga ketika term ini menghangat kembali, munculnya para pengamat politik dengan segala bidangnya untuk secara serius memikiran maupun sekedar membincang menjadi hal yang sangat niscaya. Uniknya di Indonesia selalu ada  pengamat-pengamat sejati yang kompetensinya tidak diragukan, maupun  sekedar pengamat seger waras, dan tulisan singkat ini adalah salah satunya. Spekulasi-spekulasi yang muncul dari para pengamat terkait hiruk-pikuk  PKI ini benar-benar membisingkan. Namun jika dirangkum dalam sebuah kesimpulan sementara, maka suara-suara itu setidaknya terbagi beberapa kelompok:

1.Wujud PKI sekedar persoalan maaf “kentut politik”, atau bagian dari politisasi golongan maupun oknum tertentu untuk meraih kuasa atau menutupi kebobrokan sebuah rezim (militer/ orde baru). Memang benar ia pernah ada, tetapi keberdaannya sekarang adalah ilusi belaka. Sekarang PKI tidak ada, baik secara ideologis, organisasi maupun massanya.

Anggapan ini pada akhirnya akan menghakimi para penolak faham komunis, terutama umat islam sebagai antek-antek orde baru maupun kaum oposisi pemerintah sekarang. Padahal jika mau berfikir jernih, kesimpulan semacam itu terlalu prematur. Jika dikatakan umat islam adalah antek-antek orde baru, justru umatlah yang dihajar orba dengan asa tunggalnya “pancasila”, pun peristiwa Tanjung Priuk menjadi saksi sejarah dimana posisi umat dan rezim saat itu. Jadi penolakan terhadap palu arit tidak serta merta bagian dari dukungan orba brow. Ini adalah persoalan benturan ideologis yang kaum komunis ternyata tidak mampu mendialogkan dengan kaum agama.

Golongan ini juga berfikir bahwa meskipun PKI pernah berwujud, tetapi wujudnya adalah dongeng ataupun rekasaya Orba belaka, yaitu cara keji Suharto untuk meraih kursi RI 1 saat itu bekerja sama dengan agen asing. Cara berfikir seperti ini sah-sah saja, tetapi untuk disimpulkan sebagai kebenaran terlalu naif, bahwa seandainya Pak Harto berada di balik G 30 S PKI, itu adalah kemungkinan. Artinya kemungkinan benar dan kemungkinan tidak. Tetapi bahwa PKI itu ada lalu melakukan kudeta itu adalah nyata, bukan lagi kemungkinan. Artinya, kenyataan keberadaan PKI dan aksi coupnya tidak bisa dianulir dengan sekedar asumsi/ kemungkinan bahwa Suharto adalah dalangnya. Jikapun ternyata kedua-duanya benar, yaitu PKI muncul dan kemunculannya dimanfaatkan oleh Pak Harto untuk meraih simpati rakyat, maka persoalannya adalah lain. Maksudnya adalah bahwa Pak Harto dengan segala tindakannya adalah sebuah hal yang berkonsekuensi hukum, begitu juga PKI dengan segalanya tindakannya adalah sebuah hal yang mempunyai implikasi.
Bersambung…








* Pengamat Politik  Seger waras alumni Hukum Tata Negara UINSA Surabaya.

2 komentar:

  1. Komunisme adalah ideologi penindas dan penggali kuburan massal terbesar di dunia. Dalam mengeliminasi lawan politik, kaum komunis telah membantai 120 juta manusia, dari tahun 1917 sampai 1991. Itu sama dengan pembunuhan terhadap 187 nyawa per jam, atau satu nyawa setiap 20 detik. Itu dilakukan selama ¾ abad (sekitar 75 tahun) di 76 negara. Karl marx (1818-1883) pernah berkata: "Bila waktu kita tiba, kita tak akan menutup-nutupi terorisme kita."
    Vladimir Ilich Ullyanov Lenin (1870- 1924) juga menyatakan: "Saya suka mendengarkan musik yang merdu, tapi di tengah revolusi sekarang ini, yang perlu adalah membelah tengkorak, menjalankan keganasan dan berjalan dalam lautan darah." Satu lagi tulisannya: "Tidak jadi soal bila ¾ penduduk dunia habis, asal yang tinggal ¼ itu komunis. Untuk melaksanakan komunisme, kita tidak gentar berjalan di atas mayat 30 juta orang."
    Lenin bukan menggertak sambal. Semasa berkuasa (1917-1923) ia membantai setengah juta bangsanya sendiri. Dilanjut kan Joseph Stalin (1925-1953) yang menjagal 46 juta orang; ditiru Mao Tse Tung (RRC) 50 juta (1947-1976); Pol Pot (Kamboja) 2,5 juta jiwa (1975-1979) dan Najibullah (Afghanistan) 1,5 juta nyawa (1978-1987). Buku saku lain tentang komunis me yang ditulis oleh Taufiq Ismail adalah Komunisme=Narkoba dan Komunis Bakubunuh Komunis, serta Karl Marx, Tukang Ramal Sial yang Gagal (Jakarta: Infinitum, 2007).

    BalasHapus
    Balasan
    1. ia mang, saya sepakat dengan penjenengan, tulisan ini sekedar mengeluarkan sebagian apa yang menjadi fikiran sebagian orang sekaligus kelemahan berfikirnya..

      Hapus