Oleh Umarwan Sutopo*
Salah satu sejarah
yang mungkin “enggak jelas” bagi generasi umur 30 tahun ke bawah adalah
persoalan PKI. Apalagi mereka yang keluarga maupun lingkungannya tidak pernah
secara langsung terlibat, baik menjadi korban ataupun pelaku kelam sejarah
konflik 65. Maka tidak heran, banyak anak-anak muda sekarang bukan saja
tidak tahu menahu bahwa PKI itu nyata atau sekedar legenda, bahkan mereka masih
menerka-nerka bahwa PKI termasuk jenis mahluk apa?
Sehingga ketika term ini menghangat kembali, munculnya para pengamat politik dengan segala bidangnya untuk secara
serius memikiran maupun sekedar membincang menjadi hal yang sangat niscaya. Uniknya di Indonesia selalu ada pengamat-pengamat sejati yang kompetensinya tidak
diragukan, maupun sekedar pengamat seger
waras, dan tulisan singkat ini adalah salah satunya. Spekulasi-spekulasi yang muncul dari para pengamat terkait hiruk-pikuk
PKI ini benar-benar membisingkan. Namun jika
dirangkum dalam sebuah kesimpulan sementara, maka suara-suara itu setidaknya
terbagi beberapa kelompok:
1.Wujud PKI sekedar persoalan maaf “kentut politik”, atau
bagian dari politisasi golongan maupun oknum tertentu untuk meraih kuasa atau
menutupi kebobrokan sebuah rezim (militer/ orde baru). Memang benar ia pernah
ada, tetapi keberdaannya sekarang adalah ilusi belaka. Sekarang PKI tidak ada,
baik secara ideologis, organisasi maupun massanya.
Anggapan ini pada akhirnya akan menghakimi para penolak faham
komunis, terutama umat islam sebagai antek-antek orde baru maupun kaum oposisi
pemerintah sekarang. Padahal jika mau berfikir jernih, kesimpulan semacam itu
terlalu prematur. Jika dikatakan umat islam adalah antek-antek orde baru, justru
umatlah yang dihajar orba dengan asa tunggalnya “pancasila”, pun peristiwa
Tanjung Priuk menjadi saksi sejarah dimana posisi umat dan rezim saat itu. Jadi
penolakan terhadap palu arit tidak serta merta bagian dari dukungan orba
brow. Ini adalah persoalan benturan ideologis yang kaum komunis ternyata tidak
mampu mendialogkan dengan kaum agama.
Golongan ini juga berfikir bahwa meskipun PKI pernah
berwujud, tetapi wujudnya adalah dongeng ataupun rekasaya Orba belaka, yaitu
cara keji Suharto untuk meraih kursi RI 1 saat itu bekerja sama dengan agen
asing. Cara berfikir seperti ini sah-sah saja, tetapi untuk disimpulkan sebagai
kebenaran terlalu naif, bahwa seandainya Pak Harto berada di balik G 30 S PKI,
itu adalah kemungkinan. Artinya kemungkinan benar dan kemungkinan tidak. Tetapi
bahwa PKI itu ada lalu melakukan kudeta itu adalah nyata, bukan lagi
kemungkinan. Artinya, kenyataan keberadaan PKI dan aksi coupnya tidak
bisa dianulir dengan sekedar asumsi/ kemungkinan bahwa Suharto adalah
dalangnya. Jikapun ternyata kedua-duanya benar, yaitu PKI muncul dan
kemunculannya dimanfaatkan oleh Pak Harto untuk meraih simpati rakyat, maka persoalannya
adalah lain. Maksudnya adalah bahwa Pak Harto dengan segala tindakannya adalah
sebuah hal yang berkonsekuensi hukum, begitu juga PKI dengan segalanya tindakannya
adalah sebuah hal yang mempunyai implikasi.
Bersambung…
* Pengamat Politik Seger
waras alumni Hukum Tata Negara UINSA Surabaya.
Komunisme adalah ideologi penindas dan penggali kuburan massal terbesar di dunia. Dalam mengeliminasi lawan politik, kaum komunis telah membantai 120 juta manusia, dari tahun 1917 sampai 1991. Itu sama dengan pembunuhan terhadap 187 nyawa per jam, atau satu nyawa setiap 20 detik. Itu dilakukan selama ¾ abad (sekitar 75 tahun) di 76 negara. Karl marx (1818-1883) pernah berkata: "Bila waktu kita tiba, kita tak akan menutup-nutupi terorisme kita."
BalasHapusVladimir Ilich Ullyanov Lenin (1870- 1924) juga menyatakan: "Saya suka mendengarkan musik yang merdu, tapi di tengah revolusi sekarang ini, yang perlu adalah membelah tengkorak, menjalankan keganasan dan berjalan dalam lautan darah." Satu lagi tulisannya: "Tidak jadi soal bila ¾ penduduk dunia habis, asal yang tinggal ¼ itu komunis. Untuk melaksanakan komunisme, kita tidak gentar berjalan di atas mayat 30 juta orang."
Lenin bukan menggertak sambal. Semasa berkuasa (1917-1923) ia membantai setengah juta bangsanya sendiri. Dilanjut kan Joseph Stalin (1925-1953) yang menjagal 46 juta orang; ditiru Mao Tse Tung (RRC) 50 juta (1947-1976); Pol Pot (Kamboja) 2,5 juta jiwa (1975-1979) dan Najibullah (Afghanistan) 1,5 juta nyawa (1978-1987). Buku saku lain tentang komunis me yang ditulis oleh Taufiq Ismail adalah Komunisme=Narkoba dan Komunis Bakubunuh Komunis, serta Karl Marx, Tukang Ramal Sial yang Gagal (Jakarta: Infinitum, 2007).
ia mang, saya sepakat dengan penjenengan, tulisan ini sekedar mengeluarkan sebagian apa yang menjadi fikiran sebagian orang sekaligus kelemahan berfikirnya..
Hapus