Translate

Senin, 04 September 2017

Meneladani Muhammad Muda & Ibrahim*

                                                            Meneladani Muhammad Muda & Ibrahim
Sesi Pertama  : Anak-anak IPM

Beroganisasi di IPM bukan madal hayah (Seumur hidup) betapapun adek-adek cinta padanya, karena ada jenjang selanjutnya, semisal IMM, AMM dan lain sebagainya. Sebelum tahapan tersebut anak-anak IPM harus membekali pengetahuan, terutama terkait agama dimana lebih fokusnya lagi adalah figur Nabi Muhammad SAW. Sebab kalau sudah masuk tingkat mahasiswa, adik-adik ini akan bersinggungan dengan tokoh-tokoh revolusi, pemikiran maupun pergerakan Nasional maupun Internasional, semisal Fidel Castro, Karl Mark, Soekarno, Natsir, Mamatma Gandi, Nelson Mandela dan lain-lain.
Pribadi  Nabi Muhammad, kehidupan dan hal-hal yang berkaitan dengan beliau wajib menjadi konsumsi bacaan dan renungan adik-adik IPM.

Adik-adik IPM harus lebih tahu dengan Muhammad, daripada selainnya, baik tokoh agama, pergerakan, bahkan artis sekalipun. Muhammad adalah sosok pertama kali yang harus dirujuk. Cara berjalannya, makan, minum, berpakaian termasuk berfikirnya, kebiasaan dan lain-lainnya.Kaitannya dengan organisai IPM yang diisi oleh mayoritas anak-anak remaja dan muda, maka, masa remaja dan muda Nabi Muhammad menarik untuk direnungkan. Dari sekian persoalan kehidupan Muhammad remaja/ muda setidaknya ada beberapa catatan yang harus diperhatikan yaitu:

1.    Prihatin
Ditandai dengan wafatnya Abdulah (bapaknya) ketika dirinya dalam Kandungan. Kondisi yatim ini kemudian disusul dengan dipisahnya dirinya dengan keluarganya untuk berada dalam asuhan Halimah as Sa’diah. Berselang daripada itu, saat bersua dengan Ibunya, justru tidak berapa lama dalam usia yang masih belia 6 Tahun, Allah mengambil Ibundanya dalam perjalanan pulang setelah dari ziarah makam ayahnya. Kemudian Muhammad remaja diasuh kakeknya Abdul Muthalib. Dalam usia yang relatif singkat, kasih sayang kakeknya terputus karena wafat. Saat itu umur Muhammad Muda sekitar 10 Tahun. Baru kemudian pengasuhan beralih ke paman beliau hingga masa dewasa, yaitu Abu Thalib.

Hal ini menjadi pembelajaran bagi adik-adik, jika ada yang kondisinya memprihatinkan, sesungguhnya masa remaja Nabi Muhammad juga demikian. Namun demikian, keprihatinan beliau tidak membuatnya patah semangat, menjadi manusia lemah ataupun tidak berguna, justru itu semua adalah permulaan dari keharuman dan kebesaran sosok Muhammad.

2.    Aktif
Muhammad  muda dengan segala keterbatasan dan kelebihan yang ia miliki tidaklah menjadi anak yang pendiam, apatis, acuh tak acuh dengan situasi dan kondisi yang melanda kaum dan bangsanya. Justru beliau aktif dalam pendirian Hilful Fudul, Organisasi semacam paguyuban, paseduluran, maupun kerukunan  pemuda yang salah satu tugasnya adalah menjaga keamanan di Masjidil Haram. Salah satu yang melatari berdirinya organisasi ini adalah ketika salah satu pedagang asal Yaman di rampas dagangannya oleh Al Ash Ibn Al Wail, sementara itu ia tidak mempunyai sanak kerabat yang menolongnya, akhirna hilful fudul yang  menolong dan menyelesaikan persoalannya.

Adik-adik IPM harus aktif, bahwa dengan segala keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki, ia harus aktif baik sebagai anggota IPM maupun anggota organisasi lainnya. Keaktifan dalam organisasi tersebut harus membawa manfaat sebagaimana Muhammad Muda dalam Hilful Fudul. Jangan sampai membentuk/ ikut organisasi apapaun itu bentuk , nama dan jenisnya yang justru meresahkan masyarakat, mengganggu masyarakat, karena itu bertentangan dengan kepribadian Muhammad Muda.

3.    Kreatif
Muhammad Muda dengan segala keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki ternyata tidak membuatnya menjadi beban masyarakat, justru ia kreatif menggali potensi dirinya, melakukan apa yang bisa dilakukan, sampai-sampai beliau rela untuk menggembala kambing (ingah-ingah). Dan bahkan berdagang sampai ke luar negeri (Syam). Hal inilah kemudian yang kemudian menjadi wasilah Muhammad Muda menjadi orang terpandang sehingga mampu meminang saudagar kaya tanah Arab (Bangsawan) dengan mahar 100 ekor unta.

Hal inilah yang kemudian harus menjadi renungan sekaligus pelajaran buat anak-anak muda IPM, agar tidak gengsi ataupun pesimis. Kerjakan apa yang bisa dikerjakan, gunakan waktu luang untuk berwira usaha dan lain-lain agar tidak menjadi beban. Baik beban keluarga maupun masyarakat. Jangan malu untuk beternak, lebih baik ingah-ingah daripada ingah-ingih. Lebih baik belajar usaha daripada banyak gaya.

Bahasa Jawa aktif, kreatif dan inovatif erat dengan istilah sregep dan  prigel. Maksudnya selain daripada itu  adalah kalau sekolah ya sekolah yang bener dan sregep, kalau kuliyah ya kuliah yang sungguh-sungguh, kalau bekerja, juga bekerja yang baik.

Sesi Ke dua    : Untuk Umum (bapak-bapak & Ibu-ibu)

Kaitannya dengan moment Id Adha, maka ada nama yang tidak asing dengan kita adalah baginda Ibrahim AS. Pertanyaannya adalah siapa Ibrahim ini, sehingga beliau beserta keluarganya adalah orang yang paling banyak disebut dan satu-satunya nama yang disandingkan dengan Nabi Muhammad SAW. Hal ini sebagaimana dalam bacaan Tasyahud akhir. Terkecuali daripada itu, beliau juga satu-satunya Nabi yang digelari khalilulah (kekasih Allah). Juga merupakan abu al anbiya’ Bapaknya para Nabi (kalau Adam adalah bapaknya manusia). Hal ini karena Nabi-nabi setelah Nabi Ibrahim adalah merupakan anak cucunya, baik Ishaq yang menurunkan para Nabi Bani Israel, maupun Isma’il yang menurunkan penutup para Nabi, yaitu  Muhammad SAW. Sehingga kemuliaannya menurun sampai anak keturunannya. Beliau juga termasuk orang yang luar biasa, karena pernah dibakar tetapi tidak mempan.

Sekarang pertanyaannya adalah, bagaimana bisa terjadi begitu, orang yang mulia dan kemuliannya turun ke anak cucunya? Rahasianya apa?

Kalau kita lihat sejarah beliau, kemudian kita renungkan dengan mendalam, ternyata rahasianya adalah ketaatannya yang luar biasa kepada ALLAH SWT, keimanannya yang luar biasa kepada ALLAH SWT.  Ketaatan dan kepatuhan yang luar biasa ini yang kemudian menata hidupnya sedemikian cemerlang dan indah, menata keluarga dan anak cucunya yang mulia.
Contohnya adalah saat Baginda Ibrahim di sidang oleh Raja Namrudz tentang keimanannya, ia tidak bergeming sampai akhirnya dieksekusi dengan dibakar.

Ibrahim tidak sekali dua kali diuji ketaatannya, beliau bertahun-tahun memohon untuk diberi putra, tidak dikasih tapi tetap memohon, dan dikabulkan justru ketika beliau dan istrinya di usia senja. Belum lama kebahagiannya dengan menimang bayinya, tiba-tiba Allah menyuruhnya untuk meninggalkan bayi dan anaknya ke negeri tanpa tuan, tanpa penduduk, bahkan tanpa tanaman. Sebagaimana firmaNya dalam surat al Ibrahim ayat 37
                  ••     •    
37. Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.

Tentu, ini bukan persoalan yang mudah, betapa beratnya ujian tersebut. Lalu kemudian setelah beberapa tahun beliau menjenguk putra dan istrinya, belumlah lama kerinduan dan kebahagiaan  menyelimuti Ibrahim AS, ia diuji lagi untuk menyembelih buah hati yang dirindukannya bertahun-tahun. Sebuah persoalan yang sulit dinalar oleh akal manusia. Hal ini sebagaimana diceritakan Allah SWT surat AS Shafat
                             
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".

Lihatlah betapa luar biasa Ibrahim dan keluarganya. Anaknya Ismail AS rela untuk disembelih karena ketaatannya kepada bapak dan ALLAH SWT, bapaknya juga rela menyembelih anaknya karena ketaatannya kepada ALLAH SWT. Tentu ini bukan persoalan yang mudah, bahkan nalar manusia biasa tidak bisa menjangkau.

Mari kita renungkan..seandainya saja seorang anak mau untuk disembelih, maka apatah lagi untuk sekedar disuruh ini dan itu, memasak, mencangkul, membersihkan rumah, mencari nafkah dan lain-lain. Begitu juga seorang manusia yang rela untuk menyembelih buah hati belahan jiwanya, maka apatah lagi jika mengkurbankan harta, ternak, tenaga dan lain sebagainya.

Mari kita renungkan, apakah anak-anak sekarang juga demikian? Ataukah sebaliknya, jangankan manut dan nurut, melainkan mungkin ada yang nolak/ menentang.
Apakah anak-anak sekarang juga demikian, ataukah sebaliknya, jangankan rela untuk disembelih, malah mau menyembelih, apalagi jika orang tuanya kurang memberikan kasih sayang, nafkah maupun perhatiannya.

Tetapi jangan kita selalu menyalahkan anak, mari kita merenung sudahkan iman kita kuat sebagaimana Ibrahim, atau paling tidak mengikuti Ibrahim. Sudahkah kita memohon dan memohon dalam setiap harinya kepada Allah, sudahkah kita berkorban untuk taat kepada ALLAH? Dst.

Ketaatan Ibrahim menjadi wasilah kekuatan iman, dan kekuatan iman ini yang menjadi wasilah berkahnya anak keturunan Ibrahim menjadi manusia-manusia yang mulia. Maka jika kita ingin mengambil ibrah/ pelajaran dari Ibrahim dan keluarganya, kita juga demikian, harus taat, dan taat itu kalau bahasa jawanya adalah tirakat.

Tirakat tentang apa? Tentu bukan puasa pati geni, ngorowot dan lain-lain, melainkan Tirakat tentang menjalankan perintah ALLAH SWT, puasa, sholat, zakat, dzikir dan lain-lain. Tirakat dengan menjahui larangan-larangan ALLAH SWT, tidak memakan harta haram, harta riba, menjahui zina, ghibah, dan lain-lain, kesemuannya itu adalah tirakat, yang sudah dijalankan oleh para salaf shalih sebagaimana Umar Bin Khotob yang begitu hati-hati terhadap kehalalan makanan keluarganya, dan ternyata ALLAH meninggikan Umar beserta keluarganya, beliau jadi raja umat islam, anaknya jadi ulama besar dan cucunya juga jadi khalifah.

Allah A’lam.

*Resume Pengajian Akbar yang disampaikan pada Baksos PD IPM Ponorogo , 3 September 2017 di Desa Pudak Wetan Kec. Pudak-Ponorogo.


0 komentar:

Posting Komentar