Konsep Agama
Perspektif Islam
TEOLOGI* Manusia sepanjang sejarahnya mempunyai aturan tertulis
ataupun tidak tanpa terkecuali, baik modern maupun primitif. Peraturan-peraturan
tersebut adalah hasil cipta karya mereka dalam menjalani kehidupan baik terbentuk
dari kesepakatan masyarakat atau pemaksaan kekuatan tertentu. Terkecuali yang
muncul dari kreasi manusia, ada aturan lain yang muncul karena kepercayaan
adanya kekuasaan supra natural di luar kemampuan manusia yang sebagian manusia
menyebutnya sebagai Tuhan.
Kepercayaan adanya Tuhan membawa konsekuensi adanya agama
dan aliran kepercayaan dengan segala macam nama dan bentuknya. Lebih jauh,
keberadaan Tuhan dan Agama serta aliran kepercayaan tidak bisa dipisahkan.
Dimana ada orang beragama, di sana ada Tuhan yang disembah dan diagungkan, dan
dimana ada sesuatu yang diagungkan, maka di sana ada aliran/ agama yang
diyakini kebenarannya.
Keberadaan berbagai macam aliran kepercayaan dan agama di
dunia ini adalah sebuah kenyataan, termasuk bahwa mayoritas semua pemeluknya
mengklaim apa yang diyakininya sebagai sebuah kebenaran. Tetapi apakah
demikian? Mungkinkah kebenaran milik seluruh agama dan kepercayaan yang ada?
Padahal disaat yang sama konsep monotheisme tidak akan pernah akur dengan
polytheisme sepanjang masa. Penggolongan agama ke dalam dua bentuk, Samawi
(Langit) dan Watsani/ Ardhi (Berhala/bumi) menguatkan kegelisahan tentang
kebenaran relatif terhadap sebuah agama/aliran kepercayaan.
Obyektifitas perlu dikedepankan dalam pencarian kebenaran
agar terhindar dari subyektifitas. Oleh karenanya, pembakuan tolok ukur perlu
dilakukan. Islam melalui ajarannya baik tersurat maupun tersirat menegaskan adanya
tiga unsur untuk menimbang apakah klaim kebenaran terhadap sebuah aliran
kepercayaan maupun agama dapat dipertanggungjawabkan, sebab jika tidak maka yang
muncul adalah pembenaran atas klaim bukan kebenaran klaim itu sendiri.
Unsur pertama adalah Konsep Ketuhanan. Bahwa agama yang benar
adalah agama yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan bukan hasil kreasi
manusia. Tuhanlah yang menghendaki manusia bersimpuh atas keagunganNya dengan
syariat yang Ia kehendaki. Terkecuali daripada itu, titik tekan dalam konsep
ini adalah bahwa yang dimaksud Tuhan di sini adalah benar-benar Tuhan dengan
segala sifat-sifatnya. Ia Tunggal, Maha Kuasa, Maha Kekal, Maha Pencipta, Maha
Penghancur, Maha Dahulu, dan Maha segalanya. Jika ada sesuatu yang tidak Maha
kemudian dianggap Tuhan oleh manusia, disembah, dipuja dan puji, maka sesuatu
tersebut bukanlah Tuhan, Ia hanya sesuatu yang dipertuhankan dan bukan Tuhan
itu sendiri. Konsekuensi dari hal ini, maka Islam menafikan ketuhanan
patung-patung, berhala, matahari, Yesus dan benda-benda lainnya yang tidak
mempunyai sifat Maha segalanya. Semua itu dalam perspektif Islam bukan Tuhan
meskipun dipertuhankan oleh manusia. Agama yang mempunyai Tuhan bermasalah,
maka dipastikan agama itu tidak benar.
Kebenaran agama dan aliran kepercayaan tidak bisa berdiri hanya
karena konsep ketuhanan yang benar, unsur yang tidak kalah pentingnya adalah
unsur Nabi dan Rasul. Semua orang mungkin bisa mengaku nabi dan rasul, tetapi
apakah ia benar-benar layak disebut nabi dan rasul? Tentu saja tidak, sebab jika
pengakuan semata-mata boleh dipercayai, maka iblis pun bisa mengaku nabi. Secara
garis besar, seorang Nabi dan Rasul dalam islam harus mempunyai 4 sifat wajib,
yaitu Tabligh (menyampaikan), siddiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Fatanah
(cerdas) berserta 4 sifat mustahilnya. Terkecuali daripada itu ada perangkat
lainnya seperti mu’jizat maupun wahyu sebagai pembuktian atas kerasulannya. Konsep
kenabian dalam islam bukan hanya mengimani 1 rasul dan nabi, tetapi semua rasul
dan nabi wajib diimani meskipun dalam perkembangan selanjutnya tidak
mengharuskan untuk mengikuti keseluruhan syariatnya. Hal ini berbeda dengan
agama Yahudi misalnya yang tidak mengimani Nabi dan Rasul secara keseluruhan,
bahkan sebagaian mereka adalah pembunuh nabi. Agama yang konsep nabi dan
kenabiannya bermasalah maka dipastikan agama tersebut salah.
Konsep ketiga adalah wahyu, dimana dalam hal ini, pengertian
wahyu dipersempit dalam pembahasan kitab suci. Bahwa ketika Tuhan menghendaki
syariatnya dijalankan oleh manusia, maka kehendakNya itu disampaikan melalui
Nabi dan Rasulnya, kemudian terwujudlah dalam bentuk wahyu, baik yang tertulis
maupun terucap. Adapun Kitab suci adalah bagian dari wahyu itu. Kebenaran sebuah
kitab bisa diuji melalui beberapa aspek. Diantaranya teori koherensi dimana
pernyataan-pernyataanya tidak kontradiktif. Semisal ketika mengatakan Tuhan itu
Esa, maka pernyataan ini konsisten dan tidak pernah berubah. Hal ini berbeda
dengan Bibel misalnya, dimana banyak temuan ayat yang tidak konsisten ketika
membahas sebuah hal. Agama yang mempunyai kitab suci bermasalah, dalam
perspektif islam agama tersebut agama yang salah.
Dus, selamat merenung kembali terhadap kebenaran agama anda,
lihatlah apakah yang anda sembah adalah benar-benar Tuhan? Atau sebuah hal yang
dipertuhankan, pun begitu dengan Nabi dan kitab suci anda, selamat belajar
kembali.
Allah A’lam